Terbakar
Sedikit demi sedikit dilalap api
Habis ya habis
Lumat sedikit demi sedikit
Dibara api dihanyut angin musim gugur
Suara kerenyut dibakar
Berderak menanti daun selembar-selembar mati
Api dimakan, malam tertawa
Jendela terbuka, gereja di tengah kota berdendang
Dunia terdiam, malu telah berdosa
Peri-peri coklat terbang masuk
Ke dalam kamar remang-remang
Kotak digital tak ingin mengantuk, tak bisa tidur
Sembab bersimbah air mata semalaman
Sebatang lisong belum juga habis
Menunggu dalam bara jingga merah
Dikutuk peri-peri musim gugur
Aku belum sampai sana
Kamu sudah
Dan tak mau menunggu
Menara disana, menyala menunjuk waktu
Dua belas seperempat
Dan kamu belum juga tidur
Peri-peri yang sudah terlanjur masuk
Undang yang banyak, kita tertawakan dunia
Sembari api membakar malam
Saling lahap, tak kunjung kenyang
Kita lihat pelan-pelan,
Siapa yang akan menang
Aku? Api?
Kamu? Malam?
Baris-baris ini yang akan menang
Karena tak ada lagi jingga
Tak ada lagi biru
Warna itu sudah basi
Berjamur dikutuk takdir
Putri-putri sudah lahir
Tak ada lagi raja dan ratu
Kita telah kalah
Karena akhirnya api dan malam yang tetap terjaga
Dunia berhenti tertawa
Tak ada yang lucu, hanya ada permainan
Sebatang lisong hadiahnya
Dan, dewaku...
Ingatkan aku untuk berpuisi
====
galau dimalam purnama :D
ada yang bisa mengingatkan bagaimana dulu aku merangkai kata?
Ruang
Dari
Si Jingga
Aku kamu bertemu di ruang tempat dua menjadi satu
Ruang dengan penjelasan adalah penghormatan pada kebebasan
Sedangkan ruang tanpa penjelasan adalah pemisah satu dan dua
Ruang di sini sempit dan luas sekaligus
Di bawa pada makna hampa ruang yang penuh udara, tak ada lagi yang dapat masuk
Selama ini kita berdekatan begitu rapat
Ini waktunya rela melukis ruang di antara kedua dada kita, ruang di antara kedua mata kita, bahkan ruang di antara jemari kita
Pula ruang di antara hati yang tadi satu
Kini di ruang, kembali jadi dua
Penuh melati, ruang yang rasanya mati
Ruang dengan penjelasan adalah penghormatan pada kebebasan
Sedangkan ruang tanpa penjelasan adalah pemisah satu dan dua
Ruang di sini sempit dan luas sekaligus
Di bawa pada makna hampa ruang yang penuh udara, tak ada lagi yang dapat masuk
Selama ini kita berdekatan begitu rapat
Ini waktunya rela melukis ruang di antara kedua dada kita, ruang di antara kedua mata kita, bahkan ruang di antara jemari kita
Pula ruang di antara hati yang tadi satu
Kini di ruang, kembali jadi dua
Penuh melati, ruang yang rasanya mati
Pudar
Dari
Si Jingga
hujan tak pedih disambut gerimis tak henti
bulir-bulir air mengalir bergilir dipilin
aku menunggu tergugu disapu embun
warnaku pudar luruh dengan lunturnya pelangi
si merah pecah bercerai dalam derai yang tak selesai
si hijau sesat kehilangan iman dan berkhianat pada malam
sang hitam mati perih mengiris diri yang sunyi
si putih lelap dalam kalap yang menyergap
si biru pergi bimbang untuk tak kembali
si jingga... hilang dalam kesendirian
dan aku?
warnaku pudar luruh dengan lunturnya pelangi
aku hilang warna
aku hilang nyawa
aku hilang tawa
aku hilang dalam gempita
harus ada satu gerimis lagi untuk membangunkan lagi sang pelangi
Langganan:
Postingan (Atom)