Biru Jingga dan Mentari

Jingga, lihat lah langit!

Matahari indah sore ini.


Hanya sebuah pesan singkat mengganggu kantongku bergetar-getar

Pesan singkat yang membawa sejuta senyum berwarna biru

Mengurai wajahku yang lusuh, disimpul menjadi senyum jingga

Melangkah ke negeri tinggi, melayang bebas dalam khayal


Mentari, kau yang mampu melukis seuntai mawar di bibirku

Dan selalu mampu mengurai nanar dalam tatapku

Menjadi sebuah relaksasi, basuhan langit yang membujuk lembut


Mentari, biar mereka menyebar hilang di kolong langit

Dan aku disini dengan seribu kebimbangan, seribu kesepian, sendiri

Selalu ada kamu yang setia di atas sana, tak berubah walau seluruh isi kolong luruh

Tak pergi walau kusesat dalam pikir dan alam maya yang berkabut-kabut

Dan tetap seperti itulah, sayang. Jangan pernah berubah.


Mentari, biar hariku perih

Kata mereka tentang sejuta rusak tubuhku

Kau bilang, suatu hari saat kau milik langit, akan kuajak kau mengitari orbit tertinggi

Dan janjimu itu, Mentari... Buatku lepas lemas ringan menapaki lorong ini


Melihat langit, menatap cinta penuh kisah dari matamu yang berbinar-binar

Selalu berhasil membuat hariku indah menari-nari, walau lekas berganti malam

Menatap jingga yang mengganti biru, lalu biru gelap yang mengganti jingga

Mewarnai langit menemani sang surya berjaga dan terlelap.

Itulah hari, itulah hidup. Itulah rotasi, itulah revolusi.

Itulah kamu, kesayangan semesta.


Jingga lihatlah langit!

Dan kau temukan senyum dari si biru yang menitipkan sejuta kisah bidadari yang rindu bumi


Jingga lihatlah langit!

Kala resah perih mendera, karena mentari ada disana

Menunggu kau pulang, tinggal dan tak berubah


Untukmu, Jingga

Dan untuk Biru yang menutup pemakaman langit atas kematian bulan Juli.



Catatan:

Selamat ulang tahun, sayang! :)

Rindang Sejati

Kuharap kamu tetap disana
Menunggu saat-saat kita berdua
Bercengkrama dengan mentari yang tersenyum ramah
Atau mendengar hujan berbagi cerita

Kuharap kamu tetap sama
Saat aku kembali datang menyapa
Persilahkan aku duduk di bangkumu
Lalu kau buai dalam keremangan sore yang sejuk
Kita beradu dalam bayang yang akrab

Kuharap kamu dan segalanya tetap menantiku
Jika aku pergi terlampau jauh
Sampai kau tak lagi dapat lihat punggungku
Panggil aku, sebut namaku dan sambutku kembali
Jangan biarkan aku lepas dari dahan-dahanmu yang rindang melindungi
Aku ingin ada disana saat daun terakhirmu meranggas
Memegang erat jemari rantingmu sebagai sahabat paling setia

Jangan lupakan aku, walau kupikir kau lupa
Jangan berhenti menantiku, walau kupikir kau telah lama pergi
Jangan berhenti merindukanku...
Karena yang kubutuhkan adalah rindumu untuk bawaku kembali
Karena kau lah sahabat sejatiku

Diiringi gemerisik dedaunanmu dalam sunyinya senja ini
Biar sekali ini, aku kembali mencarimu
Dinaungi rindang semesta

Mengejar Langit

Friday, July 17, 2009

Hey! Tunggu aku
Tergesa kucari kau dilalu lalang
Hatiku ricuh diriuh kota
Aku janji padamu
Senja ini di pantai sana
Aku berlari memacu kuda besi ini
Tak ingin kau lelah dan lama menunggu
Dan akhirnya kau pergi tinggalkan aku
Aku tau hanya picisan, tapi aku tak bisa hidup tanpamu

Hatiku diburu, napasku tak teratur... cemas
Tanganku dingin basah oleh keringat
Perutku mulas terlampau tegang
Jutaan kupu-kupu memenuhi perutku
Tanpa permisi mereka beranak-pinak membuatku tersiksa
Ini kah rasanya, jatuh cinta?

Aku masih di sepintas ini
Sambil komat-kamit minta kau jangan pergi dulu
Ada sesuatu yang harus kuucapkan senja ini
Aku hampir... hampir terlambat
Kau merangkak turun
Dari singgasana cantik itu
Semakin dekat dengan bumi
Semakin gemetar hatiku melihat rupamu yang rupawan
Oh, kau membuatku terlalu jatuh hati

Dan lalu dikejauhan
Kulihat surga itu
Pantai mimpi, tempat kita janji merindu
Kau masih sangat cantik, sejengkal dari bumi
Seakan menungguku, menyapa untuk mengantarkan pada peluk malam
Senja ini di pantai tanah mimpi, kita beradu

Hari ini berpuluh kilometer kutempuh
Hanya untuk mengejar langit
Untuk mengantarkan cintaku sampai lelap
Dinyanyikan debur ombak yang mulai pasang
Menjingga kau begitu terlalu cantik
Aku bisikkan ketika kau menyentuh bumi
Hey! Aku terlalu jatuh cinta padamu, Mentari
Dream Land, Uluwatu, Bali 2009

Arti?

Pertanyaan.

Kini tak ada lagi yang lebih menyesakkan dada selain berbagai tanda tanya
Membentuk polemik jiwa yang tak tentu sehingga bahkan aku pun tak dapat memahaminya
Berlalu dan berlalu
Apa rasanya tak dapat bertanya?
Apakah dapat lebih gelap dan lebih sunyi dari mendung hari ini?
Entah apa memenuhi tanda tanya?
Apa kah biru, merah atau jingga mengisinya?
Warna ataukah kabut tak tampak?
Atau materi lain yang tak ada di wajah bumi?
Mungkin saja hanya sang manusia yang memilikinya
Tanda tanya di kepala?

Lalu apa arti tanda?
Arti tanya?
Arti semua kata ini?

Musim Kupu-Kupu

Musim cinta ini
kupu-kupu datang berpasang-pasangan
hinggap di kuntum yang hampir semi
menatap langit belai sayapnya ringan

Musim cinta ini
kupu-kupu ajakku terbang
membuaiku di sayap cinta
indah lelapku dari mimpi

Main...main di taman merah jambu.
Yang indah menyala-nyala

Musim cinta ini, semerbak dapat kuwangi harumnya
Aroma keringat yang maskulin dari tubuhnya yang kuingat
Dia telah lama pergi
Jauh entah kemana, tak ingin pula kucari lagi

Musim cinta, cepatlah datang lagi
Karena aku...
Hampir lupa wangimu.

Meracau Saja


Friday, July 17, 2009

Berdentum, bergoyang, melentur

Hanya pahit kurasa dibibir
Lampu kedap kedip warna warni
Jantungku melonjak-lonjak di dada sini
Semua orang sepertinya bergerak berbeda arah
Atau memang lantainya yang gempa tanpa akhir

Hilang dalam ilusi rasa
Senang rasanya melayang setengah sadar
Lupa bahwa bumi punya gravitasi
Hanya menari mengikuti dentuman yang bertalu-talu
Lalu meracau tak jelas sedikit-sedikit tertawa
Ah, siapa pula pencipta air ajaib itu?
Air pembawa ilusi rasa untuk membubung tinggi dan lepas dari bui bumi
Walau hanya sejenak saja

Mengejar Langit II

Friday, July 17, 2009

Ia duduk tak bisa tenang
Pikirannya melaju lebih cepat dari mobil ini
Sebentar-sebentar diliriknya jam hijau yang kedip-kedip tenang
Sekali-sekali aku terguncang oleh jalan yang mendaki dan berkelok
Ia menggoyang-goyangkan kakinya tanda gelisah
Kadang dilihatnya langit
Mungkin berdoa agar senja jangan datang dulu
Mungkin begitu bila orang jatuh cinta
Gelisah, cemas, tak sabar
Menunggu waktu berjumpa sang kekasih
Lalu pantai mimpi itu terlihat dari tebing sini
Indah mempesona tanpa kata lebih indah untuk melukiskan keindahannya
Kekasihnya masih menunggu di ujung sana
Anggun turun dari atas langit, menyapa cakrawala
Tergesa ia berlari ke pantai
Memeluk hangatnya yang masih terasa
Semburat jingga yang tumpah di barat sana seakan balas memeluknya
Mereka berdua melepas rindu
Matahari senja dan kekasihnya
Jatuh cinta pada langit memang luar biasa

Jauh Semakin Jauh

Friday, July 17, 2009

Bunda jangan marah
Biar angin timur membawa amarahmu pergi, ke arah senja yang tenggelam bersama sang putri langit, Sang Jingga yang tetap tersenyum.
Aku dan seisi laut hanya senyum simpul tanpa arti mencela
Bu, perih tampar di wajah dan sakit remuk di hati tak cukup untuk membunuhku
Bukan tetes air mata yang ingin kau lihat. Karena air mataku habis kering sudah sejak lama.
Seperti pelangi bocah yang terampas hilang musnah sejak bantingan pintu terakhir itu
Tak kah kau tau itu, Bu? Pelangiku sudah lama abu-abu... Bukan baru kemarin
Sepertinya gelimang angka-angka telah membuatmu lama tersadar, aku memang telah lama pergi
Bunda jangan marah, tak perlulah teriak mengiris-ngiris telinga dan hati yang sudah jadi serpih
Apa pula yang ingin kau tumbuk lagi?
Hatiku telah matang jadi bubur, yang ditumbuk dan digodok, lalu dikukus bertahun-tahun, siap dimakan si adik
Bu, tolong berhenti marah, karena itu tak akan membunuhku, itu hanya akan membuatku hilang semakin jauh
Jauh
J a u h
J a u h
Ja uh
J a u h
Dan
Semoga
aku masih
bisa pulang

Bukan Pamit Untukmu

Friday, July 17, 2009


Untuk gadis-gadis yang menungguku turun setiap siang
Kau tahu sungguh berat meninggalkan ini lebih awal
Terlebih jika bayang terlintas
Akan pohon rindang yang menanti kita bercengkrama sepanjang siang
Aku akan sering absen makan soto mie di hari jumat
Dan ucapkan pamitku pada Tukang Es Teler yang kubeli setiap hari
Ucapkan pamitku pada Ibu Perpus yang selalu menyapaku ramah
Maaf, aku tak lagi bisa masuk kesana

Tak ada lagi yang akan menungguimu pulang
Tak ada lagi yang akan bercoleteh tanpa henti di sampingmu
Atau minta dibangunkan bila jam pelajaran berakhir
Tak ada lagi yang akan minta diingatkan bawa ini-itu setiap pagi
Dan belajar negara akan semakin sepi tahun ini

Tapi bukan itukan tentang kita?
Aku bisa bilang kenanganku akan tempat itu dan mereka tercecer sepanjang lorong
Tapi tentang aku, kamu dan kita tetap hidup dalam hati
Karena kukira bukan sahabat bersekolah
Kita sahabat kehidupan
Dan kuharap, kau pun begitu

Aku tak akan pamit untuk kalian
Karena aku tak pergi kemana-mana untuk kalian
Aku hanya pindah bangku, ke tempat yang lebih jauh
Toh kita akan tersebar entah kemana
Tapi kita selalu tahu tempat untuk saling mencari
Pohon Rindang berbangku hijau
Aku akan tetap menanti disitu.

Aku Pamit

Friday, July 17, 2009


Kepada sahabat-sahabatku,
Maaf aku pergi duluan
Maaf aku pergi tanpa pamit
Tapi bintangku bukan di gedung hijau itu
Mungkin aku punya bintang di tempat lain
Yang aku juga tak tahu dimana letaknya
Mungkin pula memang aku tak punya bintang
Maka sedang kucari sabit atau mungkin purnama yang menjelma
Di gedung putih ini

Kepada sahabat-sahabatku, keluargaku
Bukan aku tak ingin berjuang sampai akhir, bersama, sampai titik darah terakhir
Tapi aku punya cara lain untuk terbang
Yang harus kuakui, caraku terbang berbeda dengan kalian
Sayapku mungkin cacat, aku harus terbang dengan cara aneh
Maka jika aku tak ikut pertempuran terakhir
Bukan artinya aku berhenti menyayangi kalian, keluargaku berbelas tahun ini

Kepada sahabat-sahabatku, tempatku tumbuh
Aku tahu ini pertempuran penting, pertempuran terakhir katanya
Aku memang menanggalkan jubah juangku, perisai dan tombak dengan lambang hijau itu
Tapi selamanya semangat si bintang beruang itu hidup dalam hatiku
Tak akan kubiarkan padam, karena marsnya kudengar lebih dari separuh hidupku

Kepada sahabat-sahabatku, tersayang
Kalau nanti kita telah sama-sama mengangkasa
Dan kita bertemu berpapasan,
Kumohon tegur-sapalah aku
Aku harap kita masih keluarga dulu dan selamanya
Kalau nanti kalian rayakan kemenangan pertempuran terakhir ini
Biarkan aku menonton tawa kalian, senyum kalian dan ada disana memberi selamat

Kepada sahabat-sahabatku, tercinta
Tahun ini aku tak akan datang
Bangkuku akan kosong sepanjang tahun
Yang kuyakin kalian terbiasa setelah satu minggu bangku itu tak juga digeser
Tapi aku akan sering datang
Melihat pohon biara yang terus meranggas dan menengok si pepeng yang terus beruban

Sungguh berat rasanya setelah entah berapa belas tahun kita bersama
Sebagian dari kalian tumbuh bersamaku sejak meja masih terlalu tinggi untuk kita
Tapi masa depan terus jalan, tak sedetikpun menunggu
Memaksaku membuat pilihan, walau sulit
Biar kenanganku akan plot hidup ini tercecer sepanjang koridor putih yang memanjang
Biar tawaku dan tawamu tetap tergambar di papan tulis hijau abadi
Biar tulisan tanganku tetap terukir di meja-meja jati yang menemaniku bertempur
Biar seorang gadis ikal dengan tawa lebar tetap hidup disana
Berlari-lari sepanjang kelas, tertawa menggelegar melitas lantai, walau ini dalam bayang

Sahabat-sahabatku,
aku pamit.

Pernah Kau Tanya Bulan?

Friday, July 17, 2009


Purnamaku hanya satu
Termenung di pantai karang
Kata kawanku, “Ah.. apa salah bulan dan angin berhembus? Sehingga kalian para punjangga tak putus ngomongin mereka”
Purnamaku tersenyum, sendiri
Si cantik yang tak pernah bilang kesepian
Tapi penyair sok tahu mengklaim ia kesepian seorang diri disana.
Pernahkah kau tanya bulan? Apakah ia benar-benar merasa sepi? Atau kah kesepian yang memang dicarinya?
Aku tak ingin jadi penyair sok tahu
Jadi kubilang saja, Bulan gemar sendiri kalau ia tak suka sendiri, pastilah ia akan merangkak turun, menyapaku yang juga sedang sendiri di pantai karang ini.

Kotaku

Monday, July 6, 2009

Debu dan segala partikel di udara pagi ini berterbangan
Bus-bus itu tak berhenti kentut-kentut asap hitam sembari lari-lari mengejar waktu
Semut-semut naik turun, satu disini, satu disana, terlempar-lempar dalam bus yang berjalan seenak perutnya.
Ah.. kotaku.. indahnya metropolitan, bahkan megapolitan katanya

Aku pun juga, berpegangan kuat pada palang dan terlempar kanan-kiri sembari para semut naik-turun
Bunyi kocokan receh di depan wajahku, kini tak lagi asing
Bunyi ketukan keras besi dan koin tak lagi membuatku tersentak kaget
Kini bus-bus berkentut itu menjadi bagian dari pagiku

Sebuah jalan di kotaku, dengan seorang jedral berjaga didepannya, siang dan malam memberi hormat
Memiliki entah berapa gedung berisi semut-semut yang jumlahnya entah berapa
Malas pula aku menghitungnya, yang kiraku pasti ribuan
Mereka datang dari mana-mana saja sekitar kota
Mencari satu-dua suap nasi
Dari bos-bos botak berkepala licin yang tanda tangannya bernilai milyaran
Sampai joki jalanan yang satu tubuhnya bernilai sepuluh-dua puluh ribu rupiah saja

Ah kotaku...
Aku menyesal tak pernah mencoba mengenalmu sebelumnya
Semoga dengan membelahmu setiap pagi dengan besi-besi bobrok itu
Dapat kukenal dirimu lebih jauh
Keindahanmu yang tertutup asap-asap kentut dan debu-debu

Penyair Malam

Monday, July 6, 2009

Bulir-bulir kata
Mengalir membasuhku
Indah menyejukkan jiwa
Namun untuk siapa?
Adakah untukku?

Hai, penyair malam
Siapa kamu?
Buatkan aku seuntai kata
Agar aku lelap pagi ini
Syair sederhana untukku saja

Aku rindu kamu, malam
Berbait-bait kau ukir acak
Kudaras perlahan dalam sepi
Indah...
Andai saja itu
Untukku seorang...

Kepada Maut

Monday, July 6, 2009

Kepada maut yang hampir mampir
Aku tau kau telah begitu murah hati
Meloloskanku untuk kesekian kali dalam hidup yang rasanya panjang ini
Aku tahu, kau tak akan sering-sering meloloskanku lagi kan?
Jadi jika untuk kesekian kalinya kau mampir di depan kamarku
Tolong ketuk dulu, ucapkan salam agar aku tahu kau datang menjemput
Aku ingin tinggalkan berbagai salam dan pesan pada mereka yang menunggui ranjangku

Kepada maut yang hampir datang
Aku memang bukan pejalan hidup yang sangat baik
Mungkin nisanku hanya menghabis-habiskan jatah tanah di bumi yang semakin sempit saja
Tapi nanti suatu saat, saat aku kaku membiru
Tolong pegang tanganku, Maut. Dan jangan dilepas
Karena aku takut gelap, dan dalam liang kubur yang wangi tanah itu hanya kau yang kupunya

Kepada maut yang hampir masuk
Takkan kupinta satu dua kali napas lagi
Takkan kupinta satu dua detak lagi
Aku hanya minta kau mengulurkan tanganmu yang melukiskan keropeng baka
Dan menarikku lembut dari ranjang lembab ini
Agar keanggunan berpulang menjadi lelembut
Dan senyum mengiringi napasku yang terakhir
Dan setiap selku menghela dalam sepi ketika detak terakhir bernyanyi
Dan nyawaku terbang tinggi, menggenggammu erat dalam kebahagian kebebasan
Ke langit jingga, langit biru, langit yang menjadi putih
Langit yang menelan jiwaku.

Purnama Biru

Friday, July 3, 2009

Taken from Facebook Notes Ivy Londa : Thursday, April 9, 2009 at 7:54pm

Malam ini
Setelah ramainya kota pagi ini
Orang-orang berkelingking biru berlalu lalang
Sementara aku?
Aku bagian dari sebagian orang yang duduk manis di kamar
Di depan layar menyala-nyala
Berdiskusi serius dengan orang-orang maya dan huruf-huruf kecil yang berkejaran
Bunyi tak-tik-tak-tik berkejaran di sunyinya kamar
Bunyi desing kepala yang berpikir tajam menganalisa
Mengkritik mencela pesimis menduga
Tentang orang-orang yang kami sebut bodoh
Masuk ke dalam bilik kecil dengan kertas seluas 1 meter yang membabat hutan
Mereka menentukan nasib bangsa

Tapi..
Bagaimana dengan aku?

Aku terlibat dalam perdebatan asik
Kritisisasi tajam kakak-kakakku yang tak lagi percaya bahwa Garuda kayu di ruang megah itu masih punya sumpah sakral
Bangku-bangku itu telah dijual!
Bangsa ini dijual hidup-hidup kepada bangsanya sendiri..
Persetan melihat sirkus kampaye saling tuding si merah dan si biru
Persetan dengan si peci dan si kerudung yang manis bertengger di jalanan
Persetan.. tapi aku hanya duduk disini. di pan layar yang menyala riang...

Tau kah kamu?
Hari ini purnama bundar
Indah.. seindah negri ini...
Seandainya Garuda kayu megah itu mendapatkan kembali kesaktiannya
Seandainya kursi-kursi itu diduduki hati-hati tulus penuh abdi
Seandainya.. aku tidak hanya duduk disini
Seandainya.. purnama bisa berkata lantang..

Jangan biarkan bilik-bilik dan kertas seluas 1 meter itu menentukan masa depan kita...
Biar parlemen kita dijual
sekalipun Garuda itu kini sakit tak lagi sakti
Biar aku tetap disini.. melakukan sesuatu untuk bangsa..
apa saja..
sekalipun hanya menulis kata-kata
yang hanya bermakna untukku seorang..

Ada Senja Untuk Segalanya

Friday, July 3, 2009

Taken from Facebook Notes Ivy Londa : Wed, May 13 2009 10.16 am

Ada gerimis dan mendung di bandung, yang membawa rasa menggantung di embun dedaunan
Ada sejuk di Bandung, yang membawa kehangatan dari peluk seorang Adam di rindangnya jalan Bali
Ada senja di Bandung, yang mempersembahkan kepadaku arti cinta pertama, dibaringkan di atas lembah, dihadapan seorang Bunda.
Ada cinta di Bandung, yang memecah hatiku menjadi serpih yang tercecer sepanjang Lembang

Ingin sekali aku pergi kesana.
Kembali ke titik awal, sebelum akhirnya aku melangkah
Mengumpulkan kenangan dan hati yang tercecer sebelum akhrinya dikumpulkan menjadi sebuah buku
Disimpan dan dijilid rapi, dengan judul : mentari pertamaku

Andai saja semudah itu kututup dia, kusimpan dalam lemariku
Andai saja semudah itu aku berhenti merasa..
oooh oooh oooh... aku tahu perasaan tidaklah semudah itu
Kata mereka, sulit untuk mencintai sepenuh hati..
namun percayalah, berhenti mencintai lebih sulit lagi..

Entah berdosa kah aku karena yang kupinta? aku hanya ingin dicintai...

Pikiran itu rumit, kata kakakku... tapi perasaan lebih rumit lagi
Jadi pergilah aku dari segala kerumitan
Kembali ke titik semua ini adalah nihil
Kembali ke kekosongan, saat semuanya belum tercipta
Bahkan saat cinta pun belum dilahirkan
Biar kamu bilang itu kotoran banteng, tapi percayalah cinta itu ada, seberapa kuat pun aku mengusirnya pergi

Kak, kamu selalu cerita tentang indahnya cinta...
Seolah aku peri kecil yang hidup bersama bunga-bunga
Tapi kenapa kamu lewatkan cerita tentang sakitnya itu?
Kak, aku kesakitan... bagaimana ini?
Lalu sambil tersenyum simpul di pantai teduh, kamu bilang...
Dik, aku sudah pernah bilang..lagipula haruskah aku menyulutmu dengan lilin untuk memberitahumu panasnya api?

Ada senja hari ini, yang menemaniku menyusuri jalan ini, mengingat kembali rasanya berjalan seorang diri
Ada senja hari ini, yang mengiring tangisku di bahu mereka, lalu angin senja pula yang mengeringkan wajahku.
Ada senja hari ini, yang menutup segalanya.

***
Cinta... hahaha aku tertawa sinis...
Andai saja ada senja untuk cinta...

Penghianat Untuk Si Putih dan Si Belang

Friday, July 3, 2009

Kelinciku meloncat-loncat riang
Kesana kemari-kemari di ladang
Kuberi ia sebatang wortel jingga warnanya
Terbelalak ia mati tersedak

Kelinci manis sangat lucu
Putih bersih atau belang-belang
Matanya bulat merah bersemu
Hidungnya merengut-rengut bingung

Kupilih satu dan kubelai-belai
Kuusap kuping panjangnya
Kupanggil manis.. manis.. ayo main
Kelinciku tersenyum telah lama menanti

Ia pikir kebebasan yang menantinya
Ia pikir seorang kawan untuk bermain
Ia pikir lengan hangat untuk bergelung
Ia pikir ladang rumput untuk berloncatan

Sekali lagi...
Kuusap kuping panjangnya
Kupanggil manis.. manis.. ayo sini
Kelinciku tersenyum segera menghampiri

Namun...
Makhluk apakah kita manusia?
Keji....
Makhluk apakah yang terkeji?

Bukan kebebasan tapi eksekusi
Bukan kawan tapi tukang jagal
Bukan lengan hangat tapi bara arang
Bukan ladang rumput tapi piring makan

Oh malang sungguh malang
Nasib kelinciku kelinci lucu
Mengira diajak main bermain
Nyatanya mati dimatikan

Sungguh penghianatan paling keji
Dilakukan mahkluk bernama manusia
Makhluk munafik berwajah seribu
Bertopeng kawan nyatanya lawan

Berakhir sudah hidup kelinciku
Ditusuk sate kedai Mang Cici
Berselimut saus kacang dan bawang merah
Ditemani lontong dan acar

Berakhir sudah si putih dan si belang
Tidur selamanya dalam tenang
Dalam perutku yang kenyang
Oh... sungguh malang...

Musikku dan Musikmu

Sunday, June 28, 2009


deg...deg...deg..
bunyi ritmis indah
musik tubuh yang paling merdu

untukmu
entah berapa degup berlalu
tanpa pernah kau sadari

untukku
degup itu berharga
satu saja
setiap kali berdegup
aku bersyukur

dalam tiap hela
tiap darah yang bergelegak
aku lega

deg...deg...deg...
musikmu allergo


deg...










deg....










deg...








musikku adagio.. bahkan kadang targissimo :)

memang tak sekuat kamu
tapi harus berdetak sama kencang
memang tak secepat kamu
tapi tak pernah menyerah berhenti

bagiku..
musik itu tetap indah
dalam tempo terlambat sekalipun

karena bagiku..
berdetak saja
sudah cukup.

Fajar... Jangan Datang Dulu

Sunday, June 28, 2009



Fajar mengintip-ngintip malu
Jingganya menyapa langit
Indah semburat bak semu di pipi seorang perawan
Yang malu karena cinta
Tapi subuh ini berbeda
Kumohon
Fajar jangan datang dulu
Karena mentari akan membawanya pergi
Membawa pangeran malam yang lenyap oleh cahaya
Karena masih ada seribu tanya di benakku yang belum dijawabnya
Fajar kupinta kau datang nanti saja
Cegat mentari yang merangkak perlahan
Bilang padanya, Jago belum berkokok
Apapun supaya ia percaya dan tidur lagi
Komohon kau fajar, berbohonglah untukku sekali saja
Karena aku masih ingin bersama malam
Yang kuharap masih ingin bersamaku
Satu kali ini saja

Satu Kali Lagi ini Untuk Ibu

Tuesday, June 16, 2009


Hari ini mungkin
Hari yang kurang baik untuk Ibu
Mungkin Ibu lelah, mungkin Ibu pusing

Hari ini mungkin
Hari yang mengesalkan bagi Ibu
Mungkin Ibu marah, mungkin Ibu emosi

Hari ini Ibu marah
Entah aku salah apa
Mungkin aku hanya ada di tempat yang salah

Mungkin Ibu sedang ingin marah saja
Dan aku yang ada disana
Jadilah aku yang kena amarahnya

Mungkin aku yang harusnya mengerti
Mungkin aku yang harusnya pergi
Maaf kan aku... karena ada di dekatmu

Aah.. aku rindu Ibu
Ibu yang berhenti marah dan membentak
Ibu yang bisa didekati tanpa takut meledak

Aah.. semoga Ibu cepat kembali
Karena aku mulai lupa rupamu, Bu..
Rupamu yang cantik, tenang dan lembut

Aku minta maaf pagi ini
Bila keberadaanku membuatmu kesal
Bila wajahku membuatmu marah

Tapi kumohon...
Tak perlu bentak teriak itu
Tak perlu banting tampar itu

Aku mengerti bahasa tanpa harus dibentak
Aku mengerti perintah tanpa harus dipukul
Aku mau mengertimu walau belum pernah cukup

Aku minta maaf...
Kalau belum pernah cukup
Segalanya dariku

Aku minta maaf..
Mungkin sebaiknya aku pergi dulu
Sampai kembali benar Ibuku

Bu...satu kali lagi ini untuk Ibu
Semoga Ibu tidak lupa lagi
Semoga Ibu lekas ingat

Aku masih disini, Bu..
Masih..
Disini..

Indahnya Duri-duri

Monday, May 11, 2009


Aku tidak butuh seluruh dunia untuk membuatku tersenyum
Aku tidak butuh mentari untuk menyinari hariku
Aku tidak butuh pelangi untuk mewarnai hidupku
Kamu...
aku hanya butuh kamu menungguku di gelapnya malam
Sambil tersenyum dan meyakinkan aku bahwa biar mentari pergi besok...
Kamu tetap disana..

C
uplikan dari note yang gw tulis tanggal 1 April 2009. I was so in love... dan gw sekarang gw merasakan keindahan rasa sakit... Bahwa sakit yang kita rasakan di hati.. teryata tak kurang indah dibanding rasa cinta, ketika kita berbunga-bunga.


Ini dia tanggal 1 April 2009, Keindahan...

to the reader : i knoooo it is so cheeeezyyy. tapi so what???? gw lagi pengen aja bercheezzzy cheezy ria..



K.A.M.U
Kau lah jawaban semua doa...

I dont need the whole world to make me smile
I dont need the sun to shine my day
I dont need the blossom rose to blush my life
***
Kamu disana tersenyum dalam sunyi
Dalam gelapnya malam yang aku tahu di luar sana dingin
Kamu disana menanti untuk pulang
Dengan setengah hati beranjak karena kita tahu mentari harus tidur juga
Tapi kamu menatap aku, memegang erat jemariku yang beku karena kamar ini

Pernahkah aku cerita tentang matamu itu?
Di dalam mata itu ada galaksi lain yang bertabur seribu bintang
Di dalam mata itu ada padang rumput yang ditanami seribu kuntum mawar
Di dalam mata itu ada cinta

Kamu itu seperti arsenik yang berbahaya!
bagaimana tidak??
kamu membuatku melayang ingin mati
mati di dekapmu dalam lenganmu yang kuat membuatku aman

Aku ingin meminta waktu untuk berhenti berjalan dan duduk diam
Membiarkan aku tidur di pelukmu yang hangat mengabaikan dinginnya kamar itu
Aku ingin meminta dunia untuk berhenti berputar
Membiarkan aku merasakan lembutnya bibirmu yang sejuk mengabaikan badai mengamuk di luar jendela

Kamu tak perlu mawar putih yang akan layu itu untuk membuatku bahagia
Kamu tak perlu berpuisi seperti ini untuk meyakinkan cinta itu
Kamu hanya perlu menatap aku dan matamu yang memiliki seribu cahaya itu berkata lantang

Kalau aku boleh meminta pada fajar untuk datang lebih lambat pagi ini
Aku ingin kamu tau...

Aku tidak butuh seluruh dunia untuk membuatku tersenyum
Aku tidak butuh mentari untuk menyinari hariku
Aku tidak butuh pelangi untuk mewarnai hidupku
Kamu...
aku hanya butuh kamu menungguku di gelapnya malam
Sambil tersenyum dan meyakinkan aku bahwa biar mentari pergi besok...
Kamu tetap disana..

Jangan Diam

Monday, May 25, 2009


DIAM KAU!

Gema Membisu

Saturday, May 23, 2009



GemaMembisu

Rampai

Monday, April 6, 2009

RERE
Hembuskan. Hembuskanlah sekuat nya…
biar terbang melayang menyelusup perlahan diantara ruang-ruang kosong di udara
hingga akhirnya ia akan mengendap di kepala menumpuk di hati. sampai waktu kan tiba ia akan berontak menembus batas dan tumpah sedahsyat ledakan bom atom di kota hiroshima.

Kita adalah gunung
kita adalah butir-butir air di awan
kita adalah petir
kita adalah magma gunung berapi
kita adalah entitas dari alam semesta

atau

mungkin kita hanya bagian kecil dari semesta yang suatu saat akan membinasakan semua

kesadaran ini dan kesabaran ini bagian dari proses pertanda bahwa ternyata kita bukan hanya satu orang di sana dan satu orang disini
kita adalah dunia yang akan memancarkan kehangatan bahkan dari retakan puing-puing yang merapuh

jika lava adalah magma, sebuah gunung berapi adalah hati, maka asa adalah jiwa,yang menampung segala macam bentuk gejolak dalam hati

IVY
suatu hari kelak
dari rapuhnya puing-puing yang berasap
dari atas gunung berapi dengan magmanya yang menjilat panas
merah meradang menatap jingga di ujung langit
aku akan bangkit dan menari
tertawa sampai napas tersengal biar bara melepuh kulit

aku akan terbang sambil menangis, lalu tertawa lagi
menertawai jalanku yang penuh matahari warna-warni
di titik itu aku tidak akan lagi menyesal
tidak akan lagi meratap seperti malam-malam sepi minggu ini
karena itulah jalan yang telah rampung
biar matahariku itu merah semua atau mungkin hitam semua
atau bercampur begitu rupa hingga aku pun tak mampu lagi dapat melihat

biar matahariku padam
biar bulanku mati
biar bintangpun redup redam
biar biar biar aku tak peduli
asal jiwaku tetap menyala meradang melewati jalan ini
sekalipun harus aku merangkak, memakan debu tanah, menahan pilu
setidaknya aku tidak mati dalam kehampaan jiwa jiwa yang sunyi

dan jika takdir bertitah aku harus mati juga
aku mau mati di jalan paling bising di kota
aku mau mati di tempat paling tinggi di bumi
aku mau mati lalu hidup di setiap mata yang pernah mengenalku
aku mau hidup bersama tiap desah bumi ini

hingga suatu hari kelak
dari rapuhnya puing-puing yang berasap
dari atas gunung berapi dengan magmanya yang menjilat panas
aku akan duduk merenungi jalanku yang telah rampung
lalu bangkit, menari,dan tertawa... hahahahahaha
sampai napas tersengal biar bara melepuh kulit

Luka Dalam Semerbak Merah Muda Hari ini

Saturday, February 14, 2009

Hari-hari ini kulihat gerimis
Mendung menggantung muram
Menyamarkan kota dibalik kabut yang jarang kulihat
Anganku mengembara lepas
Menembus angin dan menempuh 170 km
Mencari bayangnya di riuhnya kota kembang

Hari-hari ini kota penuh mawar
Disambut kupu-kupu kuning yang kujumpai senja tadi
Ratusan kuntum bunga kubelai sore ini
Tak satu pun datang untukku..
Ratusan tangkai berduri melukai jemariku siang ini
Tak berani kupinta barang sekuntum saja..

Malam tadi baru saja lalu
Mengganti muramnya langit mendung dengan merah muda di udara
Dan baru saja aku tersedu bisu di pojok ranjang
Menikmati tiap rasa perih yang ia torehkan
Sudah lama aku tidak sesakit ini, sakit sampai perihnya mengalir dalam darah
Kekecewaan dan kemarahan yang kutumpahkan ke dalam hati
Tapi mungkinkah dunia tak tahu?
Aku terbiasa disakiti dan mengendalikan air mata di depan orang banyak
Aku telah lama belajar menikmati sakit yang menusuk di dada
Dan menenggelamkan diri di dalam mimpi tak berujung, menunggu sakit itu lenyap
Dan telah lama aku berdamai dengan segala rasa sakit itu..
Sehingga ia bukan lagi musuh, melainkan sahabat yang terus mendampingi hidupku.

Malam ini langit setengah bulan
Dalam desah malam yang tanpa bintang
Runtuh segalanya
Malah berlubang lebih dalam daripada sebelumnya..
Bekas-bekas luka yang ditorehkan mereka dulu
Kini berdarah semakin dalam ditoreh belati lain..belati cinta

Seperti mantra terngiang-ngiang di telingaku
"Lihat dan buktikan!"

Bulan pun lelap, berganti pagi
Membawa semerbak merah muda lebih kuat lagi di udara
Aku tersenyum... menertawakan kebodohan diriku..
Di sela-sela bunga dan cinta yang kuantar sepagian ini,
aku masih merasakan darah mengalir perlahan dari torehan-torehan panjang itu
Tapi siapa peduli??
Seperti aku pernah berdamai dengan rasa sakit itu..
Aku akan berdamai dengan luka-luka ini
Yang akan disembuhkan oleh angin waktu..
Tersenyum... Karena hari ini Hari Kasih Sayang kan??
Tega kah aku merusak hari ini untuk orang-orang yang kucintai dengan muramku...
Seperti aku berjanji akan berusaha berubah, aku pun berjanji akan berdamai dengan luka.
Seberapapun kali ini hancur.. rapuh...
Tapi aku pernah ada di titik ini sebelumnya kan?
Dan aku dapat berdiri lagi... disini menjadi lebih kuat oleh luka-luka indah itu
Kali ini pun begitu...
Biar hancur tercabik-cabik jiwaku melayang hampa
Aku akan bisa berdiri lagi...
Cepat atau lambat

Sendiri

Thursday, December 11, 2008

Sendiri
Seperti seonggok nisan yang menyatu dengan malam
Tak kupeduli biar mereka lalu
Aku disini, menanti entah apa, entah siapa...

Sekali lagi sendiri
Kutemukan diriku di tengah-tengah pusara
Duduk merenung bergaul dengan sepi
Aku tidak menangis, Tidak! tapi merintih pilu dalam bisu

Kelopak mawar terakhir jatuh menghantam bumi
Meninggalkan tangkainya dipermainkan angin
Semilir mengombang-ambing dalam kesendirian
Sepi... sunyi

Jauh. Bintang di sana memandangku iba
Sendiri menantang mendung yang siap menghadang sinarnya
Tak sedikit pun ia berhenti berjuang untuk memberikan cahaya
Biar ia berjuang sendiri, malam itu.

Jika memang setiap manusia diciptakan berpasangan
Mengapa aku sendiri disini
Menanti entah apa, entah siapa yang berasal dari senja yang langka
Yang tak kutemukan walau di rinai hujan paling indah

Sendiri
Mungkin memang sebuah pelangi ditakdirkan untuk sendirian
Karena setiap mata terlalu mengaguminya
Namun hanya memandangi, karena pelangi itu begitu jauh

Biar pelangi itu menangis, siapa peduli?
Jika pelangi itu bersedih, siapa mengerti?

Andai aku pelangi
Aku akan bahagia karena dalam kesendirianku, dapat kuberikan warnaku pada banyak orang
Namun jika aku dapat memilih,
Betapa bahagianya aku.
Jika aku tak menjadi pelangi kesepian.

Sepi.
Sendiri.
Aku.
Berhenti.
Mencari.

Khatam

Sunday, September 21, 2008

Jika aku bisa membuka mata lagi, aku akan berlari, mencari arti kehidupan sampai di tempat terbenam.
Jika aku masih dapat berlari, kan kutanya misteri takdir, kepada sutradara kehidupan paling handal di jagat ini.
Jika sekali lagi dapat ku berlari, kuingin bawa jauh segala tangis dan luka ini. Kubuang di negeri jauh, tempat pelangi berakhir.

Kuingin untuk mengakiri segala permainan ini.
Membawa hasil kalah atau menang pun ku tak peduli lagi.
Yang kuingini hanya selesai. Menamatkan lingkar-lingkar takdir.

Bawa aku terbang bu...
Dan tak kembali lagi

Tak Sempurna

Monday, March 10, 2008

Dan semalam lagi duduk bersama bintang yang pudar
Memandangi layar putih kosong
Memandangi tombol-tombol yang gatal
Semalam lagi terperangkap di pelu lidah

Bertumpuk buku ini-itu di kanan-kiri
Memenuhi ranjang yang istirahat dengan tenang
Hanya aku yang kelimpungan
Membalik badan kanan dan kiri... Depan dan Belakang

Liat berbentuk hati yang kuremas tak menentu
Kemanakah hati yang hancur itu bersembunyi
Dan beribu tanya dan harap
Yang mengalir dalam peluh malam ini
Kemanakah dia, si hati ?

Dan alunan nada membelai telinga
Melantunkan lirik-lirik lagu yang mengelus hati
'Maafkan bilaku tak sempurna... cinta ini tak mungkin kucegah...'

Dan bintang kembali ikut bersenandung
Menemaniku sampai pudar tertutup mendungnya malam
Aku? Bagaimana denganku??

Mengabiskan malam yang gelap ini sendiri
Sambil mencari si hati yang hilang
Sambil mengerti air mata yang membasuh luka
Aku memang tak sempurna

Irama

Monday, February 25, 2008

Masih gerimis yang mengetuk atap
Menepukkan irama
tap-tap-tap
Seirama lembut hatiku yang berdetak perlahan

Masih kilat yang mewarnai malam
Sesaat terang dan lalu pergi
Meninggalkan pedih dimata
Yang tak berhenti mengalirkan sungai di pipi itu

Irama satu-dua dan tiga
Mengikuti getaran jiwa yang meratapi nasib
Memandangi bumi yang meleleh
Menangisi generasi yang kian layu

tap-tap-tap
alunan klasik yang menyayat
tergantikan palu yang memekakkan telinga
silau gemerlap malam dan bising

Sembunyi dimana sunyi kini
Sepi yang dapat menikmati musik hati
Mendengarkan detak irama tubuh ini
Dari dalam dada

Ku cari disana
Dan bising pula yang kujumpa
Ku cari disini
Dan teriakan pula yang kutemu

Pulanglah sunyi...
Agar manusia ini dapat berpikir dalam keheningan
Bercermin pada jernihnya air jiwa
Lihat! Apa yang telah kita perbuat!

Hening dalam Muram Kelabu

Sunday, February 17, 2008

Ratap masih juga belum berhenti terdengar
Tetes air mata yang masih juga belum kering
Betapa sulit untuk dicintai
Sampai bulan dan bintang pun enggan

Duduk aku termenung di tepi danau ini
Kulihat bulan bersinar redup
Muda

Kulihat ia duduk di sampingku
Matanya awas menyusuri jalan-jalan ibukota ini
Melaju seiring mentari pagi menyambut siang
Dan kalbuku menjerit... TIDAK

Tidak kubiarkan aku jatuh lagi
Namun angan itu tetap mengusik
Kutatap jalanan yang basah oleh hujan pagi itu
Berlalu cepat dalam hening
Hanya musik mengalun tenang
Mengalir lembut seiring air mata dalam kalbu

Hening

Biarkan aku mencari diriku
Yang hilang dalam tenunan mimpi ini
Biarkan aku mencari jiwaku
Yang menyamar diantara wajah itu
Biarkan aku pulang
Kembali dari tempat persembunyianku dalam rahim bumi

Ah, mengapa begitu sulit dicintai
Sampai angin dan mentari pun enggan
Ingin aku kembali
Kembali ke batas awal
Nol

Belajar untuk mencintai
Seperti manusia
Dan dicintai
Seperti perempuan

Kulihat langit malam
Kini bulan sudah pulas
Tertutup awan kelabu muram
Yang manggantung rendah di atasku
Seperti muram di dada ini

Hening...

Dan kenangan akan perjalanan itu
Biar tersimpan dalam diam muram hatiku
Dan tertulis rapi disini
Di halaman ini
Halaman yang penuh mimpi
Penuh tangis dan pelangi

***

*Situ Lembang/Malam/Bersama Beebie/Untuk mengenang pagi ini, pagi yang penuh tawa di wajah dan tangisan di hati*

Serpihanku

Monday, June 22, 2009

Hei! Siapa kamu!
Kupikir aku kenal kau!
Ternyata tidak. Aku salah
Kamu berubah
Menjadi sosok asing yang menyusup-nyusup
Seperti roh yang terbang di malam-malam
Kamu menjadi aku, menjadi dia, menjadi orang lain yang aku tak tahu
Ayo jawab! Siapa kamu!
Aku yang menciptakanmu!
Seharusnya aku kenal kau lebih dari dirimu sendiri
Tapi nyatanya aku salah
Kini aku tak lagi mengenalmu
Kamu hilang dalam kisah
Kisah yang kau ceritakan sendiri
Kau ceritakan dengan suaramu
Kembalikan!
Kembalikan serpihanku!

Kakak

Monday, June 22, 2009


Ibu, aku minta maaf
Aku tahu kau selalu bilang mengadu dilarang oleh agama
Tapi kali ini aku harus mengadu, Bu.. atau aku akan menyesal selamanya
Hari ini kulihat Kakak melakukan sesuatu
Ia mengambil sesuatu dari kotakmu
Dibakarnya dengan api lalu asap mengebul-ngebul
Ibu selalu bilang perbuatan itu tidak baik bukan?
Tapi hari ini mungkin kakak sedang khilaf
Batang pertamanya, Bu
Mungkin hari ini kakak sedang galau
Mungkin hari ini kakak bingung
Dan seperti yang kau lakukan bila Ibu sedang gundah
Hal itu dilakukannya
Atau mungkin saja kakak merasa telah besar
Merasa berhak menentukan kebebasannya
Atau mungkin Kakak belum mengerti
Bahwa asap dan batangan putih penuh racun itu bukan lambang kebebasan
Nanti kuberi tahu Kakak supaya ia sadar
Tapi kumohon jangan marah padanya, Bu
Ia hanya sedang bimbang
Aku minta maaf karena telah mengadu , Bu
Walau aku tahu ini mungkin menyakitkanmu
Andai saja ada Kakak
Mungkin ia akan bilang , Dik itu tidak baik.
Sayangnya aku hanya punya adik..
Maafkan aku, Bu
Aku janji ini adalah batang terakhir Kakak.

Untukmu Satu Purnama

Genap satu purnama
Genap satu merah
Genap satu bulan
Lelapku tanpa suaramu
Sangkaku, ku akan menangis terus menerus
Sangkaku, bayangmu akan terus menghantui
Tapi bukankah ini hidup, sayang...
Setelah bulir-bulir yang habis atas namamu
Setelah ranjang yang basah air mata bermalam-malam lalu
Setelah aku jatuh dan rasanya remuk
Kini mataku kering sudah satu bulan penuh
Kini aku lelap ditemani musik jiwaku sendiri
Kini aku berdiri tegak
Menyusun serpihan hati yang pecah berantakan
Kurekatkan tidak lagi dengan air mata
Tapi dengan ikhlas dan tanpa dendam
Rasa itu tentu masih bersemayam tak mau lepas
Rasa sayang yang begitu ingin kulepas
Tapi Ah biar saja dia diam disana
Kenang-kenangan tentang kisahmu
Yang pernah membawakan bunga putih
Bunga putih yang kini layu di atas lemariku
Tapi rasa itu tidak layu
Biar subur dalam bingkai indah
Yang suatu saat akan kukulum dengan senyum
Untuk putri kecilku kelak


Dua Mata Kuadrat

Wednesday, June 17, 2009

Dua mata hitam
Bersinar cantik dalam temaram
Bulat sempurna bertirai lentik
Oh... mata yang sempurna

Bulu matamu itu lho!
Badai luluh lantah di samudera
Angin serta merta mendera
Ketika kau berkedip mesra

Dua mata berkaca-kaca
Sarat tanya dan makna
Dalam tata surya matanya muncul kata
Mata dengan seribu galaksi menggoda

Menatap
Bertaut
Tersenyum
Dalam pandang

Kita disini bertamu
Meja kayu yang menjamu
Bersama Deridda dan Heidegger kita bersatu
Ah! ya.. juga dengan isme-isme yang lain

Bunga jatuhlah di antaranya
Bulan bersinarlah lebih lama
Agar hati tak tergesa
Bercerita tentang sabtu yang panjang

***
berdua hanya saling bercerita
Tak perlu memuji
berdua tak hanya menjalani cinta
Tapi menghidupi





Jingga
Salihara, 906031

Ibuku Dulu dan Kini

Wednesday, June 17, 2009


Ibuku Yang Sangat Cantik
Judul puisi yang menang di lomba Taman Bermain
Umurku 5 tahun.. tak lebih.. tak kurang.. seharipun
Dulu kutulis..

Ibuku sangat cantik
Paling cantik sedunia
Lebih cantik dari Lady Di!

Setiap pagi Ibu menyiapkan roti coklat
Ibu tersenyum setiap kupulang bermain
Ibu menciumku setiap kupergi sekolah

Kini..
Setelah beberapa tahun

Ibuku masih sangat cantik
Paling cantik sedunia
Masih Lebih cantik dari Lady Di!

Tapi Ibu selalu kehabisan roti coklat di pagi hari
Ibu tak lagi tersenyum setiap kupulang bermain
Ibu tak lagi menciumku setiap kupergi sekolah

Dulu Ibu memelintir rambut ikalku sampai lelap
Kini ranjang Ibu kosong sampai mimpiku setengah jalan
Dulu Ibu membangunkanku dengan kecup mesra
Kini alarm meraung-raung di telingaku setiap pagi
Ibu masih lelah lelap sendiri

Tapi Ibuku masih tetap cantik
Paling cantik sedunia
Tetap lebih cantik dari Lady Di!

Dulu Ibu memaksaku menulis catatan harian
Sampai aku menangis padahal aku ingin nonton Dono
Kini Ibu lupa kelas berapa aku sekarang
Sampai suatu hari ketika terima rapot, Ibu tersesat di sekolah putrinya :)

Dulu Ibu memuji tulisanku,cakar ayam berisi celoteh riang
Dulu Ibu memajang karya lukisku, pialaku dan memberi pigura semua penghargaanku
Bahkan aku malu Ibu memajang piala Joget Heboh yang kumenangkan di TK besar

Kini Ibu lupa aku bisa mengeja, Ibu lupa aku bisa menulis
Kini Ibu hanya mengangguk kaku dan menaruh jari di bibir
Saat suatu siang kubuka pintu dan aku bilang aku terpilih jadi Ketua

Tapi Ibu masih..... cantik
Paling cantik sedunia
Tetap lebih cantik dari Lady Di!

Kemarin kutemukan Ibu di tempatnya, di depan layar tak pernah kedip
Aku bilang sambil senyum senang 'Bu, Aku naik kelas!'
Ibu tidak bergeming dari layar dan angka-angka di kepalanya
Tidak lagi ada anggukan sederhana

Mungkin Ibu sudah lupa, kalau aku masih anaknya
Atau
Mungkin angka-angka pada layar tak kedip lebih menarik
Daripada angka-angka pada kertas raportku
Atau
Mungkin saja Ibu sedang lupa
Mungkin saja nanti ia ingat
Aku masih disini

Semoga ibuku masih sangat cantik
Paling cantik sedunia
Tetap lebih cantik dari Lady Di!

Semoga aku tidak lupa
Bahwa aku masih punya Ibu

Ibuku Yang (masih) Sangat Cantik.


Seuntai Badai

Wednesday, June 17, 2009

Badai ini mengamuk
di luar jendela
bertirai marun
berderai dengan air
mata yang tak kunjung reda

Kapan mentari berhenti
sembunyi dari realitas
menghadapi badai dengan lantang
menepis semua bayang khayal
dan mimpi yang melayang

lelah
berjelaga aku hilang bentuk
lebur dalam ricuh riuh bumi
yang tak peduli pada anganku
mengembara terbang jauh lepas raga

Jemput aku dalam redup malam
Biar kutemukan lagi diriku
gemilang di antara bintang
biar kudengar lagi ricuh riuh bumi
dan diam dalam bisingnya

Aku ingin temukan dia
menanti dalam sendu jingga senja
agar aku kembali
diam dan tak beranjak
dari ranjang aman ini.

Sehabis Hujan, Aku Jatuh Cinta

Wednesday, June 17, 2009

Malam ini sehabis hujan, dingin membekukan kamar sempit ini
Bergelung aku di ranjang yang tak cukup memberi hangat di hati
Dua lagu mengiringi malam sepi ini
Dan tentu saja musik gerimis yang aduhai tak bosan mengalun di luar sana
Lagu tentang kesetiaan pelangi menanti hujan reda
Dan tentang cinta hanya saling bercerita
Dua lagu sempurna mengiringi malam dan lalu subuh
Aku masih saja belum terpejam
Entah apa membuatku enggan meram
Rasanya kata demi kata terus minta dirangkai

Ketika rindu menggebu-nggebu
Aku menunggu, rasa itu menyergap dalam gelap
Aku ingin tahu, rasa jatuh cinta yang biasa saja
Aku ingin tahu, cerita cinta tanpa cemburu
Aku ingin tahu, cinta yang tak buta sehingga aku tidak tersesat
Aku jatuh cinta... dan tidak pernah biasa saja

Aku selalu suka sehabis hujan di bulan Juni
Sayangnya mengapa tidak ada yang bernyanyi dan berelegi malam ini?
Mengapa tidak ada yang menerangi sisi gelap ini?
Mengapa tidak ada yang menanti seperti pelangi yang setia?
Aku benci hujan yang selalu membawa aroma tanah, seribu kisah tentangnya
Sampai kapan hujan ini akan berhenti meneteskan duka menetas luka?
Sampai kapan hujan akhirnya akan memulihkan luka?


Mungkin aku hanya gadis naif yang terbawa lagu
Mungkin memang kamu tak akan pernah kembali
Mungkin tak pernah menanti
Mungkin saja... kamu tak pernah jatuh cinta
Hanya aku yang jatuh.. dan rasanya luar biasa
Mungkin saja... kamu tak pernah rindu menggebu
Hanya aku yang rindu... dengan rasa begitu mengharu

Aku ingin lagi..
Merasakan jatuh cinta yang buta
Dan tersesat dalam cinta yang kau buat
Biar hanya aku mencari dalam gelap
Aku ingin jatuh cinta luar biasa... sekali lagi

Lirik Desember – Efek Rumah Kaca
Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi
Dibalik awan hitam
Smoga ada yang menerangi sisi gelap ini,
Menanti..
Seperti pelangi setia menunggu hujan reda

Aku selalu suka sehabis hujan dibulan desember,
Di bulan desember

Sampai nanti ketika hujan tak lagi
Meneteskan duka meretas luka
Sampai hujan memulihkan luka

Lirik Jatuh Cinta itu Biasa Saja - Efek Rumah Kaca
Kita berdua hanya berpegangan tangan
Tak perlu berpelukan
Kita berdua hanya saling bercerita
Tak perlu memuji

Kita berdua tak pernah ucapkan maaf
Tapi saling mengerti
Kita berdua tak hanya menjalani cinta
Tapi menghidupi

Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu
Jatuh cinta itu biasa saja
Saat cemburu, kian membelenggu, cepat berlalu
Jatuh cinta itu biasa saja

Jika jatuh cinta itu buta
Berdua kita akan tersesat
Saling mencari di dalam gelap
Kedua mata kita gelap
Lalu hati kita gelap
Hati kita gelap
Lalu hati kita gelap

Ah..aku tak dapat percaya
Ah mungkin saja lagu-lagu ini tak cocok untukku malam ini
Ah mungkin saja seharusnya kumatikan saja segala suara
Biar hanya musik jiwaku yang bernyanyi








Celoteh kecil :
Jadi suka ERK! nih saya.. inspiratif :)
Kalo nih laptop sexy merah gue ini bisa ngomong, dia udah pengeng kali dari kemaren, lagunya itu muluuuu.. maaf yaa Cessy (nama laptop gue yang merah dan Sexy! hahahaha *oooh vy, kamu merusak atmosphere rima-rima yang indah..* biariiin! weeee

Jauhkan!

Tuesday, June 16, 2009

Jauhkan!
Mata pisau itu dariku
Kejujurannya begitu menggodaku
Kesetiaan tajamnya menggelitikku

Kumohon!
Aku belum ingin mati
Namun aku harus berdarah
Berdarah merah-merah

Darah!
Aku harus lihat darah
Biar aku percaya aku masih manusia
Biar aku merasa aku masih hidup

Manusia!
Mungkin saja aku bukan lagi manusia
Mungkin saja aku ingi ternyata makhluk khayal
Yang tak lagi punya darah merah mengalir-ngalir

Jauhkan!
Mata pisau itu dariku
Aku bisa tergoda kapan saja
Aku bisa terpeleset dan lalu tak kembali

Satu saja!
Torehan yang merah mendalam

Satu saja!
Luka yang basah ditabur garam, lagi

Satu saja!
Keberanian untuk masuk lebih dalam

1 cm saja!
Dan segalanya berakhir

Ayo tunggu apa lagi?
Cahaya menantimu di ujung sana
Suara sayup-sayup memanggil dari ujung pisau yang mengkilat

Tidak!

Jauhkan!
Mata pisau ini dariku
Kumohon...Tolong...
Jauhkan...
Karena mungkin saja aku tergoda.

Malam Malam Malam

Thursday, June 11, 2009


Malam
Tanpa bulan
Tanpa bintang

Malam
Hanya awan
Hanya kilat

Malam
Rinai hujan
Gerimis pilu


Malam
Aku mau tanya
Aku mau tahu

Malam
Jangan pergi
Beri jawabku

Malam
Malam
Malam

Gelap
Sunyi
Sepi

Aku
Kamu
Kita

Menyatu
Berbaur
Melebur

Dalam kata
Dalam mimpi
Dalam cita

Hujan
Gerimis
Datang

Membawa
Melepaskan
Lalu terbang

Mimpiku
Mimpimu
Mimpi kita

bersatu
hilang
dalam malam

Yang tak kunjung hangat malam ini.

Seribu

Thursday, June 11, 2009

Seribu tanya
Seribu kata
Seribu serpih
Seribu mimpi
Seribu wajah
Seribu kunci

Aku tak bisa berhenti mencari jawab
Tak bisa berhenti bertanya
Mencari bintang yang tak ada di langit malam ini

Aku mencari diriku
Dalam seribu serpih, wajah dan mimpi
Yang terlukis merdu
Dalam seribu tanya, kata dan kunci
Yang kunyanyikan malam ini

Seribu malam
Seribu bintang
Seribu bulan
Seribu matahari
Seribu jiwa
Penuhi hatiku malam mendung ini

Merah untuk Masa Depan

Mentari belum benar-benar terjaga pagi itu
Jiwa-jiwa merah yang menyelinap keluar dari kelambu
Siap menantang kota hari itu
Membuat Jakarta merah, penuh dengan peluh

Merah.
Makna semangat dan keberanian
Hari ini kami yang muda berkumpul
Bersatu dengan harapan dan mimpi yang sama
Meneriakan satu semboyan yang sama : untuk masa depan

Kami menghadang debu jalanan dan asap hitam kuda-kuda baja
Melawan suara erangan kendaraan dengan teriakan kami
Menantang panasnya mentari yang mencoba melelehkan semangat kami
Tapi sejengkalpun tidak kami mundur

Hari ini dari puncak Jakarta, kami diuji
Menatap kilau emasnya sambil berbaring di tanah
Di tanah yang akan kubela sampai tetes terakhir
Kami merah dan merah itu jiwa kami

Sebelum matahari benar-benar berada di puncaknya
Kami telah melukis kisah
Dengan segala yang kami miliki hari itu
Walau hanya dibuai mimpi dan peluh

Kami hanya butuh pikiran untuk tetap kritis
Sebuah hati untuk tetap dapat menilai
Sebuah mulut untuk tetap dapat menggunggat
Dan sebuah keyakinan untuk tetap maju

Pasukan merah, hari ini Jakarta merah!
Kata mereka, Darah itu Merah Jendral!
Tapi kami bilang, Merah itu Kami!
Yang akan terus maju membela, menjaga, menerjang
Walaupun tidak hidup seribu tahun lagi.

Kesumba Lalu Kelabu

Kesumba berganti cepat menjadi kelabu
Semudah itu hilang..
Secepat itu selesai..
Semudah itu membunuh jutaan perasaan yang tadi subur
Selesai.

Rinai matanya redup dari hatiku
Mati dibunuh jiwaku yang terlalu tangguh
Tak terkalahkan, tak mau kalah
Kejam, lebih kejam dari kejahatan genosida yang dilakukan Hitler.

Dan dia pergi begitu saja
Menyisakan tidak luka, tidak juga bunga
Tapi menyisakan pilu untuk ditertawakan
Tawa yang lepas sampai air mataku menetes

Baiklah, permainan ini selesai
Seperti gerhana bulan yang membawa gelap di malam kelam
Tapi manusia kehilangan indahnya sebelum mereka menyadarinya
Seperti gerhana itu memberi kelabu di kesumba hatiku

Tak apa, cinta... tak apa...
Terima kasih sudah mampir
Memberikan pelangi dari binar matanya dan lukisan senyumnya

Malam ini, diguyur hujan kau mencuci bersih si kelabu
Biar hilang musnah dari diriku
Hilang juga pelangi itu bersama segala suka sekaligus tangis

Tapi akan aku ingat...
Ini pertama kalinya aku dapat tertawa lepas
Saat kesumba berubah menjadi kelabu

Jadi Cinta, tertawalah bersamaku
Menertawai pilu kita...
Yang akan hilang secepat ia datang.
Selesai

Bulan, Maafkan Aku.

Saturday, June 6, 2009


AKu ingin menangis menjerit-jerit...
Tuhan.. tapi aku bahkan tak layak menyebutNya
Aku ingin meneriakkan sumpah serapah untuk diriku sendiri
Lalu membunuh jiwaku agar hilang dari segala dunia ini

sakit... sakit.. sakit...
sampai kata ini tak ada artinya lagi bagiku.
Selain sekumpulan aksara yang menyiratkan entah makna apa

Beri tau aku caranya menangis...
Kalau dengan itu dapat kuhapus luka ini

Dalam sunyinya malam.. tiba-tiba air mataku deras... Bulan, maafkan aku.


T untuk kata Tanya

Thursday, June 4, 2009


Kata tanya...
Menenun aku dan kamu menjadi satu dalam sunyinya langit mendung
Kamu bertanya seolah ingin tau seberapa besar kepalaku
Kubalas seribu tanya karena kau benar... aku tak tahu...

Buat aku melayang melintas peperangan abad lalu
Terbelalak takjub menyaksikan gambar dalam katamu yang meloncat dalam diam berkedip
Bawa aku mendengar jerit marah para papa yang terjerat
Lalu hening dalam gubuk tua, menemukan Descartes yang merenung sepi

Ajariku tentang dunia
Karena entah apa yang kupahami dari likunya rimba ini
Ajariku dengan aksaramu
Karena aku lelah mencari kalam dan makna kata ini

Ruang ini terlalu sempit, T
Untuk memuat ribuan tanda tanya dalam mataku
Aku mau terbang di jingganya senja untuk menemukan dunia
Temani aku... biar aku tak sendiri dalam kemayaan ini.


JINGGA



U..untukmu

Tuesday, May 26, 2009


Hai Riang,
temanku...
Kenapa aku tak lagi lihat senyummu?
Kucari ia di teduhnya sore, namun yang ada hanya kelambu
Kucari senandungnya berbaur dengan detak lagu memburu
Namun yang kudengar hanya tangis dari tawa senyum palsu

Untuk Riang,saudaraku...
Kau tahu? Gemintang di tengah kota redup karena pilumu
Diam kini seperti sebuah bekel yang membatu
Sayang, ada apa dengan kamu..

Semalam dalam mimpiku..
Aku lihat kau tersungkur pilu..
Entah apa yang membebanimu... Aku ingin tahu... Ingin berbagi membantu...
Sayangnya aku bukan pujangga yang mampu bertanya merdu...

Hanya satu pesanku untukmu...

Biarkan sayapmu membentang luas, seluas langit biru
Biarkan terbang bebas, melukis awan-awan yang kau mau
Peluklah gunung dan sebrangi palung-palung
Mencari dan menemukan wujud asli dalam kalbu

Sayang... Biar kini kamu menangis tersedu
Ingat aku dan yang lain disini menunggu
Seperti janji kita melepasmu tinggi di ladang kupu-kupu...
Sayang... kamu tak pernah sendiri, tidak sedetik pun...

Biar kamu duduk termenung
Biar kamu memakai topeng seribu
Biar kamu merintih dalam senyum
Biar biar biar kamu jatuh...

Sayang, pegang tanganku...
Kutemani kamu...
Sampai kamu kembali mampu bersenandung
Dan gemintang cerah karena senyummu...

Karena aku, mereka, kita... Ada disini untuk kamu....

***
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :

ke·lu·ar·ga (n) 1 ibu dan bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah: seluruh -- nya pindah ke Bandung; 2 orang seisi rumah yg menjadi tanggungan; batih: ia pindah ke Jakarta bersama -- nya; 3 (kaum -- ) sanak saudara; kaum kerabat: ia sering berkunjung ke Jakarta krn banyak -- nya tinggal di sana; 4 satuan kekerabatan yg sangat mendasar dl masyarakat;


sa·ha·bat (n) kawan; teman; handai: ia mengundang -- lamanya untuk makan bersama-sama di restoran;
-- dekat sahabat karib; -- karib sahabat yg sangat erat (baik); teman yg akrab: dia adalah -- karib kakakku; -- kental sahabat karib;
ber·sa·ha·bat v 1 berkawan; berteman: jangan - dng orang jahat; 2 menyenangkan dl pergaulan; ramah: ia sangat -;
per·sa·ha·bat·an n perihal bersahabat; perhubungan selaku sahabat: - kedua orang itu telah berjalan bertahun-tahun;
mem·per·sa·ha·bat·kan v menjadikan bersabahat; memperhubungkan supaya bersahabat; memperkenalkan (dng)


Tapi aku yakin... kamu dapat mendefinisikan lebih dari ini....

sssshhh... (wee.. gue juga bisa!)

Saturday, May 23, 2009

Sssshhh....

Seperti duniaku...

Seperti pelangi kalian ada di langitku
Kita lewati mendung, cerah dan hujan bersama
Kalian pelangi terindah yang pernah kumiliki
Terimakasih, besties! Terimakasih telah menjadi sahabat terbaikku

Dear Besties,
Kita gak pernah tau berapa lama lagi waktu kita bisa kaya gini.
Akan tiba saatnya kita berjalan di jalan kita masing-masing
Akan tiba saatnya kita gak bisa lagi ngumpul untuk membuat surprise di hari-hari istimewa kita
Akan tiba saatnya axis gak mampu lagi membantu kita telponan berjam-jam murah
Akan tiba saatnya kita akhirnya sadar, kalau kita harus berjalan ke depan untuk hidup, dengan atau tanpa satu sama lain.
Tapi ingat ya sayang..
Punya sahabat seperti kalian adalah hadiah terindah yang gak akan bisa dimimpikan gadis manapun juga
Dari podium, gw gak peduli berapa ratus pasang mata menatap gw sinis. Tapi cukup tiga pasang mata tersenyum sederhana, itu cukup untuk membuat gw bertahan berdiri tegak.
Punya kalian adalah hal yang terindah... Youre the best i ever had.
I love you, Bestie… aku cinta kalian…
***

Seperti kupu-kupu kamu datang dan pergi di tamanku
Tapi betapa jauhnya aku dan kamu terbang
Pada akhirnya kita akan hinggap di satu bunga yang sama
Dan persabahatan kita tetap manis selamanya
Terima kasih Hani, Telah menjadi sahabat sejatiku.

Dear Hani,
Kita seperti pohon cabe yang tumbuh bersebelahan
Kita berbuah di pohon kita masing, tapi kita berbagi segala unsur hara dan kadang saling menaungi satu sama lain.
Seperti kita berbagi potongan jiwa kita satu sama lain, walau hanya lewat kabel-kabel bersuara.
Tapi akan tiba waktunya cabang-cabang pohon cabai itu akan tumbuh berlainan arah, terlalu jauh untuk saling menyapa dan mencicip buahnya.
Akan tiba waktunya untuk kita semakin sulit mengucapkan sapa. Namun ku harap, aku tidak akan pernah jadi orang asing yang menyapamu renyah di telepon.
Akan tiba saatnya kita melihat belahan dunia yang berbeda.
Tapi ingat ya sayang...
Seberapa jauhnya kita pergi mengembara, mengejar impian kita masing-masing
Ingat kalau akar pohon kita tetap tertanam berdampingan
Ingat kalau aku tetap di samping kamu, walau jauh dahan-dahanku untuk memeluk kamu
Ingat, kalau tumbuh bersama kamu adalah salah satu anugerah paling baik dari Dia.
I love you, Hani... aku sayang kamu!
***


Seperti kilat-kilat di kaki langit, kamu selalu memberikan kejutan di hariku
Bersama kita berbagi dan menjelajah dunia yang asing bagi kita berdua
Tapi kita berdua menerima pemandangan itu seperti dua penjelajah dunia yang ingin tahu segalanya.
Terima kasih Okky, Telah menjadi teman menjelajah warna-warni baru hariku.

Dear Okky,
Setiap penjelajah punya teman! Seperti Napoleon dengan kudanya atau Colombus dengan teropongnya...
Aku dan kamu seperti dua penjelajah amatir yang baru saja menemukan dunia-dunia baru
Dunia yang sungguh asing bagi kita, namun kita jelajah juga karena keingin tahuan kita
Kamu memberikan warna-warna dalam pelangiku, warna yang tak pernah dibawa orang lain dalam hidupku. Karena warna itu hanya warnamu seorang.
Akan tiba saatnya, kita harus berhenti menjelajah dan bermain-main
Akan tiba saatnya, kita akan jauh dan mungkin kembali menjadi orang asing yang kulihat pertama dulu di Gereja remaja
Tapi ingat ya Ki,
Kamu tetap bagian dari langitku
Dan ingatkan aku ya, kalau kita menjelajah terlalu jauh.
I love you, Okky!
***


Seperti padan rumput hijau yang menentramkan, kamu selalu disampingku
Kamu tak pernah ingin tumbuh lebih tinggi dari yang lain, disitulah keindahanmu
Namun kau disana, menentramkan kepalaku yang terbakar
Terima kasih, AA, telah menjadi penenang dan tangan penulis untukku

Dear AA,
Gw gak tau apa yang akan terjadi dalam event-event yang kita kerjakan bersama, kalo gak ada elo disana.
Makasih ya A, udah ada di samping gw untuk menyelsaikan banyak hal bersama.
Makasih ya A, udah mempercayakan sebagian dari kepingan jiwa elo ke gw.
Makasih ya A, mau berdiri di sebelah gw dan menjadi tangan penulis paling top yang pernah ada.
Akan tiba saatnya kita nggak bekerja sama lagi dalam sebuah acara
Akan tiba saatnya kita akan pergi di jalan kita masing-masing
Tapi ingat ya, A..
Jangan pernah sampingkan mimpi-mimpi elo karena keterbasan!
Kita punya langit yang nggak terbatas dan sebesar itulah kita berhak punya mimpidan mewujudkannya.
Ingat, bahwa gw selalu disini A, untuk berbagi mendung dan cerah bersama.
I love you, A
***


Seperti angin yang menyejukkan dan memberikan arah
Kamu selalu ada disana, seperti seorang kakak yang selalu kuimpikan.
Memberiku ruang untuk berpikir dan mengatakan yang kupikirkan
Mengajakku mengasah lebih dalam dan membiarkan aku menemukan jalan untuk tumbuh
Terima kasih MasGal, telah menjadi salah satu kakak paling berarti dalam hidupku.

Dear MasGal,
Makasih ya telah memberikan ruang untuk aku bisa tumbuh dan akhirnya menemukan jalan untuk bisa tumbuh.
Makasih untuk selalu ada untuk diskusi sengit tentang ideologi maupun tentang cinta yang mendayu-dayu.
Makasih untuk mau mengganggap aku dan yang lainnya adik, dan itu adalah hadiah terindah yang pernah masgal kasih.
Seperti yang MasGal bilang, akan tiba saatnya Masgal, Rere dan Doyok nggak disitu lagi dan suatu saat aku harus bisa mengambil keputusan sendiri, berpikir sendiri.
Tapi ingat ya, Mas..
Jangan pernah lupa kalau adik-adikmu di Cimandiri tetap akan selalu mengganggap kalian Mas-nya.
Biarpun aku terus tumbuh dan berubah, Cimandiri dan Pantai akan tetap jadi tanah pijakan yang mengingatkan aku, seandainya aku terbang bebas nanti.
I love you, MasGal. I lop you pull!

***

Seperti fajar yang selalu memberikan hal baru
Kamu selalu menginspirasi aku, mengenalkan ku pada dunia baru.
Dan mendorongku masuk, hingga aku memiliki mereka yang tak pernah berhenti kusyukuri.
Terimakasih Mba Yaya, telah menjadi guru terbaik yang memberikan aku satu dunia baru ke pangkuanku.

Dear Mba Yaya,
Terimakasih karena telah mengenalkan aku pada si bumi biru
Terima kasih karena telah memberikan aku dunia yang di dalamnya aku temukan teman-teman, kakak-kakak dan kepedulian yang menerimaku apa adanya
Terima kasih juga telah menjadi inspirasiku
Setiap kali aku berpikir untuk meninggalkan dunia ’oranye’ ini, aku ingat senyummu dan suaramu menerangkan berbagai hal tentang si bumi biru terngiang di telingaku, seketika aku ingin tetap tingal.
Mengingat aku ber ’oooh’ – ’aaah’ saat mengetahui fakta-fakta mengerikan darimu tentang bumi, sampai lalu aku pun fasih menerangkan hal itu pada teman-temanku.
Akan tiba saatnya aku akan mencari jalanku sendiri, mungkin saja pergi dari dunia hijau damai itu.
Tapi satu akan terus kubawa di kantung ingatanku, senyummu dan dan suaramu saat membuatku jatuh cinta pada si bumi biru yang indah.
I love you, Mba Yaya...
***



Seperti bintang-bintang di langit, indahnya malam tak pernah lengkap tanpamu
Kamu selalu ada untuk tertawa dan berbagi ceria
Karena kamu, Dinda.. hanya ada satu di dunia ini
Terima kasih Dinda, telah menjadi sahabat masa kecil dan teman berbagi riang setiap hari.

Dear Dinda,
Ingat waktu itu Din, waktu kita berbagi masa putih-merah dengan tawa dan musuh-musuhan bodoh.
Ingat waktu itu Din, waktu kita berbagi kepala saat mengerjakan event-event yang kita perjuangkan bersama.
Ingat waktu itu Din, waktu kita berbagi tawa renyah di panasnya bangku pertama di baris kedua dan ketiga, di kelas sembilan-satu.
Ingat waktu itu Din, waktu kita berbagi kegilaan menghadapi sulitnya IPA
Ingat waktu itu Din, waktu kita tumbuh bersama, tanpa banyak kita sadari walau kita terpisah satu sama lain.
Akan tiba saatnya, kita tidak bisa lagi berbagi tawa renyah dan kegilaan di kelas.
Akan tiba saatnya, kita harus mencari mimpi kita sendiri, bertemu dengan bintang-bintang baru di langit hidup kita.
Tapi ingat ya Din,
Kamu tetap bintangku di langit itu, biar ada seribu bintang lain yang kutemukan di hidup nanti.
Kamu tetap menyala berkedip riang dan selalu akan kuingat terangmu, bintang istimewa di hidupku.
I love you, Din...

***


Seperti awan yang bergelung-gelung di langitku
Kamu disampingku tersenyum mengajakku menebak bentuk-bentuk awan di langit biru
Kalau aku bilang itu rusa bertanduk, kamu akan bilang itu raja bermahkota emas
Kalau aku bilang itu kupu-kupu, kamu akan bilang itu malaikat bersayap putih
Kamu memberikanku pandangan-pandangan baru tentang hidup, langit dan segalanya.
Terima kasih, Re, telah menjadi salah satu kakak paling istimewa dalam hidupku.

Dear Rere,
Makasih ya Re, udah ada buat gw..
Makasih udah mau dengerin curhatan gw yang ngalor-ngidur
Makasih udah mau berdiskusi entah berantah dengan anak kecil kaya gw
Makasih udah mau jadi abang gw... makasih...
Akan ada waktunya kita nggak bisa nongkrong-nongkrong bareng lagi, gak bisa selonjoran di Pantai lagi..
Tapi ingat ya, Re...
Gw akan selalu sayang elo, seperti abang yang selalu gw impikan..
I love you Re! I lop you pull!

***


Seperti album tua yang penuh foto-foto tua penuh makna
Kamu selalu mengingatkan aku, kalau aku pernah bocah
Kita pernah tumbuh berdampingan, selalu berebut dan berlomba untuk berbuah paling banyak.
Akhirnya kita menemukan tempat kita masing-masing untuk tumbuh dan berbuah
Terima kasih, Tina, telah menjadi cerminku untuk tumbuh ketika aku kecil dulu

Dear Tina,
Hai Dutty-Dutty! Ingat panggilan yang selalu kita gunakan dulu.
Ingat akan ulat uget-uget yang gak akan pernah kita lupakan selamanya?
Ingat main rumah-rumahan di rumahmu atau rumahku setiap minggu?
Ingat segala pernak-pernik masa kecil kita?
Sekarang kita sama-sama telah melalui masa-masa itu.
Sekarang kita telah menemukan tempat untuk berbuah tanpa harus menghimpit satu sama lain
Kamu juga akan jadi 17 beberapa hari lagi...
Ingat ya, Tin...
Sekalipun akan ada waktu kita nggak bisa bersama lagi
Selalu ingat masa kecil kita yang seperti lembaran-lembaran usang album foto penuh arti
I love you, Tin

***


Seperti ice cream rasa bubble gum yang manis di I Scream for Ice cream
Kamu menambah manis hari-hariku dengan butiran-butiran permen yang selalu membuatku tersenyum.
Terima kasih, Mba Arie.. telah menjadi kakak perempuan terasik dalam hidupku.

Dear Mbarie,
Makasih ya, mau jadi kakak perempuan tempat berbagi ceria dan gosip
Inget waktu kita belanja-belanja di sepanjang panasnya Kuta?
Ingat waktu kita bangun pagi-pagi untuk siaran di radio?
Makasih ya udah melengkapi potongan-potongan hidupku..
I love you, Mbarie..


***

Seperti ilalang-ilalang sederhana kalian menerimaku apa adanya
Tanpa peduli siapa aku dan apa yang kupunya
Kalian disana, tempat berbagi kebodohan dan kebijaksanaan
Tempat mencari diri yang merasa hilang dari bisingnya dunia
Dan kita menemukan tempat disana untuk para pasukan merah kesepian
Yang bimbang dalam pencarian cinta kita pada hidup dan bumi
Tapi siapa peduli?
Kita berkumpul, bicara apa saja, melakukan apa saja sampai kita tertawa terbahak-bahak bersama dan lalu menangis tersedu bersama
Kita berkumpul, memerahkan kota, tak peduli pada panasnya mentari, tak peduli pada tatapan mereka yang sinis.
Kita selalu percaya dengan keyakinan kita bahwa ”Kita Muda dan Kita Merah!”
Kalian adalah hadiah yang bahkan tak pernah kubayangkan bisa memilikinya...
I love you guys! I lop you pul!


***

Seperti gerimis yang menyejukkan hari-hariku
Terimakasih Tante Ila telah mendampingiku
Dari seragam terusanku sampai seragam terakhirku
I love you, Tantil!

***


Seperti macaroni buatanmu yang gurih dan lezat
Terima kasih karena ada di hidupku dengan tulus
Menjadi sahabat asik yang bisa berbagi
Jaga sahabatku ya Dit!
I love you, Dit!

***

Just a word :
No matter we’ve trough! I love you, Pa!

***

Seperti embun yang jatuh di hatiku, di siang yang terik
Ayah… Bunda… kalian mengajarkan untuk mengatakan aku cinta padamu
Kalian ada di saat tergelap, membawakan sebatang lilin dan menuntunku keluar jurang gelap itu..
Terima kasih ayah.. terima kasih Bunda.. Aku sayang kalian...
I love you Ayah, I love you Bunda

****


Seperti engkaulah seluruh dunia yang berputar di sekelilingku
Terimakasih telah menjadi ibu, sahabat sekaligus ayah dalam hidupku.

Dear Mama,
Jika mereka yang lain adalah penghias duniaku, kaulah duniaku
Mereka memberikanku warna, kau menciptakan warna untukku
Seandainya segalanya dapat kulakukan untuk membawa seisi dunia ke pangkuanmu
Seandainya segalanya dapat kulakukan untuk membawa semua bintang di langit ke kamarmu
Seandainya segalanya dapat kulakukan...
Aku hanya ingin membuatmu tersenyum padaku...
Bangga dan bahagia
Jika suatu saat tiba saatnya, aku harus mengejar mimpi
Biar mimpi yang kukejar itu kupersembahkan di pangkuanmu, Ma..
Jika suatu saat tiba saatnya, aku terbang tinggi membentangkan sayapku
Biar aku menjadi matamu, untuk melihat dunia untukmu
Tidak ada kata terimakasih yang cukup untukmu...
Tidak ada kata cinta yang cukup melukiskanmu...
Suatu saat.. aku ingin engkau yang mengantarku ke singgasana podium paling tinggi di dunia
Dan aku ingin melihat senyum itu..
Senyum bangga dan bahagia
Karena aku putri kecilmu...

***


Seperti mentari, kamu menyinari hariku
Membuatku merasa menjadi putri paling beruntung di tanah bumi ini
Bukan mawar putih itu yang menunjukanku arti cinta, tapi kamu.
Terima kasih telah menjadi mentari ku.. senja yang mengantarkanku lelap dan fajar yang membuatku terjaga.
I love you, Putra.. Aku sayang kamu!

The Sweetest Sin


Monday, January 12, 2009

Aku dapat melihat seluruh kota,
Gedung tertinggi menjulang menatapku menuduh.
Aku rasa gedung-gedung itu merapat
Saling berbisik-bisik menatapku

Aku dapat mendengar air bergemerisik
Beriak-riak dimainkan angin yang memperingati
Aku pikir aku dapat mendengar peringatannya ditiup angin
Dan digemakan air yang tak punya mulut untuk berteriak lebih keras

Dalam kegelapan
Aku membawa diriku ke pinggir jurang itu sendiri
Tapi aku hanya menatap dua bayangan itu dari seberang kolam
Tak dapat kuhentikan. Aku terjatuh.

Aku ingin terbangun dari mimpi
Terjaga di kamar unguku dan bernapas lega
Bahwa segala keliaran terbatas oleh dinding-dinding mimpi yang tak nyata
Tapi kurasakan hangat dibibirku, dan aku tau dia nyata...

Pagi itu disaksikan patung-patung bisu yang dikelilingi lilin aku menangis
Menangis sampai rasanya dadaku mau pecah
Tersedu di bawah patung kakinya yang berdarah karena cambukan
Dan aku yang telah mencambukNya....

Sejenak aku merasa begitu jahat.. begitu berdosa..
Bahkan setelah jutaan dosa yang telah kulakukan dalam hidupku
Ini pertama kalinya aku merasa benar-benar telah menyalib Dia
Aku dapat melihat diriku, melayangkan palu menembus nadiNya...

Aku dapat merasakan darahNya mengalir
Mencuci bersih diriku
Tapi perasaan itu membuatku semakin menangis sejadi-jadinya
"Aku tak layak, Tuhan. Tak layak untuk begitu Kau cintai.." bisikku dalam tangis.

Tapi aku disana berlutut meminta ampun
Dan aku melihat Dia yang tercabik-cabik menatapku sedih
Aku telah mengecewakanNya...
Mengingkari hadiahNya...

Siang itu aku terbangun tergeletak di lantai dingin di hadapan lilin-lilin bisu
Aku terbangun karena lonceng tengah hari, milik Angelus
Aku meraih tas ku yang seharusnya ringan
Dan berjalan gontai mendorong pintu ayun, diikuti keduabelas tatapan sedih murid-muridNya

Aku berjalan di rindangnya jalan yang tertutup daun-daun berguguran
Langit menangis semalaman sehingga air matanya membasahi jalan-jalan
Aku telah berdosa pada pencipta langit dan bumi
Dengan pikiran dan perkataan, dengan perbuatan dan kelalaian...

Tuhan, aku telah mencambukMu hingga berdarah dengan tanganku
Aku telah menyalibMu dengan pikiranku
Dan aku menyesal...
Layak kah aku Tuhan, dicintai sebesar itu..

Dan aku mendengarNya ditelingaku
"Aku tetap mencintaimu..."
Dan seketika hatiku tidak seberat itu lagi
Aku memang telah mencambuk Tuhanku, tapi aku belajar banyak..
Dan seperti yang ia bilang, kesalahan membuat kita belajar dan tidak kembali kesana..
Dan aku harap... itu benar...

Rindu

Rasa sayang itu tumbuh perlahan
Seperti kuntum mawar yang merekah anggun
Terhampar sepanjang karawang-semarang
Tumbuh anggun tak mendahului nasib
Berlari tak lebih cepat dari laju barisan jati sepanjang Alas Seroban

Aku mencoba merasakan getar-getar di jemariku
Memandangi papan jalan yang berlalu..
Memandangi kegelapan yang menyelimuti sawah-sawah yang telah terlelap
Aku rindu kamu... bisikku pada seru mobil yang mengiringi
Rindu sekali...

Malam ini, musik syahdu tak berhenti mengalun..
Ditemani suaramu mengucapkan selamat malam...
Aku jatuh terlelap..
Mencoba bersyukur atas hadiah Natal terindah...
Kamu.

Tuan Kesumba

Tuesday, December 23, 2008


Tahukah kawan kesumba itu merah?
Merah... ya... Merah...
Seperti pertama kali kulihat dia di lautan merah..
Seperti pertama kali kulihat dia memerah disiksa panasnya mentari Thamrin..
Tapi siapa dia si Tuan Kesumba itu?
Bahkan aku pun tak ingat dia..
Sungguh pikiranku kacau meleleh oleh teriknya emas Ibukota
Tapi lalu dia menggantikan bayangan-bayangan merah tak berwajah dengan senyumnya
Dengan merah yang selalu ia bawa di matanya...

Kini bayang-bayang merah itu menghantuiku
Petang dan senja...
Entah apa meracau dipikiranku lagi sekarang ini..
Aku tau ini kesalahan, membiarkan perasaanku mengembara terlalu jauh...
Aku ingin memulai segalanya dari awal lagi..
Dari merahnya debu jalanan dibawah terik neraka bumi
Sampai Merah api yang berkobar dalam matanya...
Yang kuselami menatapku senja ini...

Siapakah si Tuan Kesumba itu?
Dia kah yang datang atas nama senja..
Dan membawa kesunyian yang memahami sepiku...
Atau kah Tuan Kesumba ini hanya salah satu kelana tersasar...
Siapa kah dia dibalik semburat merah langit senja yang melukiskan wajahnya?
Tuan Kesumba, seandainya saja kamu milik senja seorang...

Si Pelangi Pemalu

Saturday, November 29, 2008


Kenapa tak berani menangkap mataku?
Kenapa terus tersipu, Pelangiku?
Kesumba wajahmu yang membuat hatiku menari-nari
Tatapanmu yang terus jatuh, saat kucoba mencarinya

Biru menilik sejuta warna di matamu
Siapa gerangan dia disana?
Membawa seribu kuntum senyum
Melukiskan cinta di tiap kelopaknya

Jika cinta itu pelangi...
Cinta hanya dapat dipandangi, karena ia begitu jauh
Seperti kamu...

Jika cinta itu pelangi...
Cinta akan hilang ketika mentari benar-benar bersinar
Hilang musnah bahkan sebelum kita menyadari keberadaannya..

Jika cinta itu pelangi...
Dan pelangi itu kamu...
Biarkan ia hilang menyisakan senyum di mataku...

Mengapa Hujan, Langit?

Friday, November 28, 2008


Hujan deras di luar, Langit...
Mengajakku untuk menagis sendu bersamanya
Hingga tak seorangpun tahu tangisku
Karena baurnya dengan air matamu, Langit...

Ada apa gerangan Langitku?
Membuatmu tersedu sedan senja ini
Sampai mentari lelap lebih awal
Ingin kutemanikah kau, Langit?
Agar gundamu reda

Hujan deras di luar, Langit...
Kutemani kau sampai reda...

Ketika Langit Gagal Menjawab


Friday, November 28, 2008

Dalam gelap langit duka berbaur
Purnama pun ikut sendu kelam
Di balik pagar mentari menari-nari
Mengajak tersenyum insan yang dalam
Langit...
Jutaan jawab terlukis manis
Putih...
Para bidadari menenun awan...

Aku mencari dia...
Di semburat senja yang langka
Di gagahnya angin menantang
Rinai air hujan menghantar jawab
Jawab yang tak menjawab

Aku mencari dia...
Satu-satunya yang tak dimiliki langit
Karena ia milik bumi seorang

Kalau Cinta


Thursday, November 27, 2008

Kalau cinta itu orang, aku akan cari dia dan mengajaknya bertemu kamu...
Kalau cinta itu baju, aku akan tenun kainnya dari benang-benang jantungku...
Kalau cinta itu kue, aku akan buat kue terenak dari darahku untuk kamu...
Kalau cinta itu uang, aku mencurahkan semua keringatku untuk bekerja dan memberikan hasilnya untukmu...
Kalau cinta itu bunga, aku akan tanam dengan tanganku dan akan kupetikkan buat kamu..
Kalau cinta itu buku, aku akan tuliskan ribuan lembar tentang kamu dan aku serahkan untukmu...
Kalau cinta itu bulan, aku akan pergi kesana untuk membawakannya untukmu...
Kalau cinta itu hujan, aku akan tadahkan setiap tetes hujan dan membawanya untuk kamu...

Tapi aku gak menemukan cinta itu apa...
Aku gak tau cinta itu apa?
Yang aku tau... cinta itu... aku ke kamu...

Madu Jahe


Wednesday, November 26, 2008


Madu jahe itu hangat.. seperti suaranya yang melantunkan nada-nada yang menghangatkan sanubari
Madu jahe itu manis.. seperti senyumnya yang dapat membuatku ikut tersenyum...
Madu jahe itu pedas... seperti ketika ia membuatku menanti dan menanti, mencuri-curi pandang untuknya...
Madu jahe itu menyehatkan.. seperti dia yang memberikan obat penawar stress di kala suram hariku....
Madu jahe itu menyegarkan... seperti tatapannya yang tajam menyiram wajahku merona jingga tiba-tiba...
Madu jahe itu..
dia.. yang membuatku ingin bersenandung.... tak akan berhenti mewarnai jutaan mimpi di bumi...

P.S
Dalam rangka menyiapkan kisah untuk dibagikan ke anak perempuan saya kelak.... Dulu.. Waktu SMA, Bunda pernah...............

Malaikat Hujan


Monday, October 27, 2008

Ia bertanya dimana Tuhan
Dan mencari jawab pada misteri doa
Senja itu seorang malaikat datang pada kami
Namun tanpa gaun putih
Tidak pula punya sayap

Dalam gemulai hujan
Ia menari ditemani rintiknya
Di balut angin yang berhembus
Dan untaian doa yang tak putus
Menciptakan musik indah berbaur dalam kabut

Langit menebal menantang kami
Namun hangat merasuk kalbuku
Seiring butir di jemariku yang terus bergulir

Dan lalu Tuhan berbisik di telingaku
Jika dengan badai
Dapat kujawab gunda mu
Lalu kulihat ke langit, mentari mataNya tersenyum ramah.

Jawab Pada Embun


Friday, October 24, 2008

Sayangnya kita tak punya album biru untuk dibuka, Bunda
Dan segala napasmu menciptakan bintang-bintang baru bagiku

Kutanyakan tentang surga
Kau jawab pada embun dedaunan
Kuharap ku dapat saksikan surga di dalamnya
Sehingga berhenti kucari jawab

Kutanyakan tentang hidup
Kau tunjukan rasi-rasi di langit gelap
Kupikir kutemukan rahasianya dikejauhan
Lalu aku akan berhenti berlari

Tapi tak kutemukan apapun disana
Kecuali mataku dalam pantulan bening
Dan bayangku pada sunyinya malam

Bunda, kau tak beri tau aku dimana surga
Tidak pula rahasia kehidupan

Bunda, ditemani senyum mu kau tuntun aku mencari surga dengan kakiku
Dengan belaianmu kau ajakku belajar mengerti misteri pelangi kehidupan
Dan bintang-bintang dari napasmu memberiku terang
Menikmati jalan cahaya bersama para peri.

Ayah Bunda

Sunday, October 19, 2008

Bunda adalah yang terhebat karena dirinya memberikan nyawa pada kata cinta dan darinya kami belajar percaya pada kekuatan kasih.

Bagaimana ia mencoba mengobati hati kami yang terluka dan meneteskan air mata atas bisikan doa dalam setiap kekhawatiran kami.

Bagaimana ia menggenggam jemariku untuk meredakan kerisauan hati dan menciptakan mentari di kelabunya hariku.

Ayah adalah yang teristimewa karena darinya rinduku akan pelukan hangat terlegakan dan senyumnya menciptakan tapak untuk melangkah.

Berapa banyak bintang di langit tak dapat kuhitung, demikianlah ayah sanggup mengurai warna-warna pelangi kehidupan yang kuragukan.

Sapaannya merajut senyum di wajahku yang basah oleh air mata dan mengingatkanku untuk kembali berdoa.

Betapa kurindu memanggil ayah..ayah..ayah.. pada seorang lelaki yang bersedia menatapku hangat.

Ayah... Bunda.... mengajarkan kami melihat pelangi yang menjulurkan tangga kehidupan..

Dan menyalakan lilin kehidupan kami yang hampir padam dibungkam kekecewaan...

Ayah...Bunda... seandainya seluruh bintang di langit bernama cinta dan setiap udara adalah sayang yang dapat kami berikan. Entah apa lagi yang lebih untuk membuat ayah bunda mengerti betapa kucintai kau berdua...

PS: terima kasih Faiz...