Jauh Semakin Jauh

Friday, July 17, 2009

Bunda jangan marah
Biar angin timur membawa amarahmu pergi, ke arah senja yang tenggelam bersama sang putri langit, Sang Jingga yang tetap tersenyum.
Aku dan seisi laut hanya senyum simpul tanpa arti mencela
Bu, perih tampar di wajah dan sakit remuk di hati tak cukup untuk membunuhku
Bukan tetes air mata yang ingin kau lihat. Karena air mataku habis kering sudah sejak lama.
Seperti pelangi bocah yang terampas hilang musnah sejak bantingan pintu terakhir itu
Tak kah kau tau itu, Bu? Pelangiku sudah lama abu-abu... Bukan baru kemarin
Sepertinya gelimang angka-angka telah membuatmu lama tersadar, aku memang telah lama pergi
Bunda jangan marah, tak perlulah teriak mengiris-ngiris telinga dan hati yang sudah jadi serpih
Apa pula yang ingin kau tumbuk lagi?
Hatiku telah matang jadi bubur, yang ditumbuk dan digodok, lalu dikukus bertahun-tahun, siap dimakan si adik
Bu, tolong berhenti marah, karena itu tak akan membunuhku, itu hanya akan membuatku hilang semakin jauh
Jauh
J a u h
J a u h
Ja uh
J a u h
Dan
Semoga
aku masih
bisa pulang

0 komentar:

Posting Komentar