Friday, July 17, 2009
Kepada sahabat-sahabatku,
Maaf aku pergi duluan
Maaf aku pergi tanpa pamit
Tapi bintangku bukan di gedung hijau itu
Mungkin aku punya bintang di tempat lain
Yang aku juga tak tahu dimana letaknya
Mungkin pula memang aku tak punya bintang
Maka sedang kucari sabit atau mungkin purnama yang menjelma
Di gedung putih ini
Kepada sahabat-sahabatku, keluargaku
Bukan aku tak ingin berjuang sampai akhir, bersama, sampai titik darah terakhir
Tapi aku punya cara lain untuk terbang
Yang harus kuakui, caraku terbang berbeda dengan kalian
Sayapku mungkin cacat, aku harus terbang dengan cara aneh
Maka jika aku tak ikut pertempuran terakhir
Bukan artinya aku berhenti menyayangi kalian, keluargaku berbelas tahun ini
Kepada sahabat-sahabatku, tempatku tumbuh
Aku tahu ini pertempuran penting, pertempuran terakhir katanya
Aku memang menanggalkan jubah juangku, perisai dan tombak dengan lambang hijau itu
Tapi selamanya semangat si bintang beruang itu hidup dalam hatiku
Tak akan kubiarkan padam, karena marsnya kudengar lebih dari separuh hidupku
Kepada sahabat-sahabatku, tersayang
Kalau nanti kita telah sama-sama mengangkasa
Dan kita bertemu berpapasan,
Kumohon tegur-sapalah aku
Aku harap kita masih keluarga dulu dan selamanya
Kalau nanti kalian rayakan kemenangan pertempuran terakhir ini
Biarkan aku menonton tawa kalian, senyum kalian dan ada disana memberi selamat
Kepada sahabat-sahabatku, tercinta
Tahun ini aku tak akan datang
Bangkuku akan kosong sepanjang tahun
Yang kuyakin kalian terbiasa setelah satu minggu bangku itu tak juga digeser
Tapi aku akan sering datang
Melihat pohon biara yang terus meranggas dan menengok si pepeng yang terus beruban
Sungguh berat rasanya setelah entah berapa belas tahun kita bersama
Sebagian dari kalian tumbuh bersamaku sejak meja masih terlalu tinggi untuk kita
Tapi masa depan terus jalan, tak sedetikpun menunggu
Memaksaku membuat pilihan, walau sulit
Biar kenanganku akan plot hidup ini tercecer sepanjang koridor putih yang memanjang
Biar tawaku dan tawamu tetap tergambar di papan tulis hijau abadi
Biar tulisan tanganku tetap terukir di meja-meja jati yang menemaniku bertempur
Biar seorang gadis ikal dengan tawa lebar tetap hidup disana
Berlari-lari sepanjang kelas, tertawa menggelegar melitas lantai, walau ini dalam bayang
Sahabat-sahabatku,
aku pamit.
0 komentar:
Posting Komentar