Kotaku

Monday, July 6, 2009

Debu dan segala partikel di udara pagi ini berterbangan
Bus-bus itu tak berhenti kentut-kentut asap hitam sembari lari-lari mengejar waktu
Semut-semut naik turun, satu disini, satu disana, terlempar-lempar dalam bus yang berjalan seenak perutnya.
Ah.. kotaku.. indahnya metropolitan, bahkan megapolitan katanya

Aku pun juga, berpegangan kuat pada palang dan terlempar kanan-kiri sembari para semut naik-turun
Bunyi kocokan receh di depan wajahku, kini tak lagi asing
Bunyi ketukan keras besi dan koin tak lagi membuatku tersentak kaget
Kini bus-bus berkentut itu menjadi bagian dari pagiku

Sebuah jalan di kotaku, dengan seorang jedral berjaga didepannya, siang dan malam memberi hormat
Memiliki entah berapa gedung berisi semut-semut yang jumlahnya entah berapa
Malas pula aku menghitungnya, yang kiraku pasti ribuan
Mereka datang dari mana-mana saja sekitar kota
Mencari satu-dua suap nasi
Dari bos-bos botak berkepala licin yang tanda tangannya bernilai milyaran
Sampai joki jalanan yang satu tubuhnya bernilai sepuluh-dua puluh ribu rupiah saja

Ah kotaku...
Aku menyesal tak pernah mencoba mengenalmu sebelumnya
Semoga dengan membelahmu setiap pagi dengan besi-besi bobrok itu
Dapat kukenal dirimu lebih jauh
Keindahanmu yang tertutup asap-asap kentut dan debu-debu

0 komentar:

Posting Komentar